Banyak yang Ditangkap Karena Berekspresi, Komnas HAM Sebut Berpendapat di Indonesia Dibatasi

- 22 Oktober 2020, 12:36 WIB
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik. /Komnas HAM.
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik. /Komnas HAM. /

PR CIREBON – Banyaknya pihak yang ditangkap terkait unjuk rasa Omnibus Law UU Cipta Kerja, dicermati oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Selain penyampaian aspirasi secara langsung, Komnas HAM juga menilai kebebasan berpendapat dan berekspresi di dalam ruang siber terbatasi, seperti dalam penyampaian keberatan atas pengesahan undang-undang yang dinilai kontroversial.

"Kami mencatat persoalan kebebasan berpendapat dan berekspresi, tidak saja kepada individu atau kelompok, tetapi juga terjadi di ruang-ruang akademik," ujar Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, dalam konferensi pers secara daring di Jakarta pada Rabu, 21 Oktober 2020, dilansir Pikiranrakyat-Cirebon.com dari Antara.

Baca Juga: Hadiri Mauid Nabi dan Hari Santri Nasional, Ridwan Kamil: Semoga Jabar Lebih Baik, Jauh dari Bahaya

Tercatat bahwa dalam aksi tolak UU Cipta Kerja sejak 5 Oktober 2020, Polri telah menangkap lebih dari 5.198 orang. Sedangkan terkait dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sampai dengan April 2020, menurut data Safe-Net, sebanyak 209 orang menjadi korban dari UU ITE karena ketentuan dalam UU ITE yang bisa menjerat pihak yang menyampaikan pendapat dan ekspresi.

Sementara itu, yang paling terbaru disebutnya terjadi pada aktivis KAMI yang dijerat dengan UU ITE, karena dituduh memprovokasi masyarakat dan menyebarkan hoaks terkait dengan RUU Cipta Kerja.

Selain itu, berdasarkan laporan Komnas HAM RI dan Litbang Kompas pada Agustus 2020 terhadap 1.200 responden di 34 provinsi, sebanyak 36 persen responden menyatakan ketakutannya dalam menyampaikan pendapat dan ekspresi melalui internet.

Baca Juga: Soal Masih Zona Merah, Wali Kota Cirebon: Konsentrasi Kami Bukan Status Wilayah, Tapi Menanggulangi

Menurut Ahmad, hal itu mencerminkan ranah digital belum memberikan rasa aman bagi masyarakat dalam menyampaikan pendapatnya. Karena itulah, Komnas HAM RI menyerukan agar setiap perbedaan pendapat disikapi secara bijak dengan membuka dialog yang setara dan transparan, sebagai bagian dari kedewasaan berdemokrasi.

Penindakan berlebihan, apalagi mempidanakan kebebasan menyampaikan pendapat dan ekspresi dinilai tidak perlu dilakukan, karena berpotensi memberangus perbedaan pendapat dan demokrasi.

"Semestinya di alam demokrasi yang sudah kita nikmati lebih dari 20 tahun setelah 1998 - 1999 ini, kebebasan berekspresi dan berpendapat sudah bisa berkembang lebih dari apa yang dulu kita alami di awal-awal sistem reformasi," ujar Ahmad.***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x