Gelombang Penolakan UU Cipta Kerja Masih Berlanjut, Pembuatan PP Turunannya Hampir 90 Persen Selesai

- 17 Oktober 2020, 07:29 WIB
Ilustrasi Omnibus Law UU Cipta Kerja: Pembuatan turunan Uu Cipta Kerja saat ini sudah hampir 90 persen selesai, saat gelombang penolakan Omnibus Law masih berlanjut.
Ilustrasi Omnibus Law UU Cipta Kerja: Pembuatan turunan Uu Cipta Kerja saat ini sudah hampir 90 persen selesai, saat gelombang penolakan Omnibus Law masih berlanjut. /PIXABAY

PR CIREBON - Di tengah gencarnya gelombang penolakan UU Cipta Kerja, penyusunan PP turunannya sudah hampir 90 persen selesai. Bahkan, penyusunan dipercepat guna menjawab beberapa poin yang menjadi penolakan.

Sofyan Djalil selaku Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memastikan akan mempercepat proses penyusunan 5 Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.

Adapun progress dari 5 PP yang membawahi 5 klaster saat ini diklaim sudah terealisasi sebesar 90 persen.

Baca Juga: Atur Pedoman Kepemilikan Rumah Rakyat Bagi Warga Asing, Menteri ATR: Tidak Boleh Dibeli

"Jadi, minggu depan mulai kita input kalau ada aspirasi masukan. Sehingga bisa memenuhi harapan publik,"ucap Sofyan seperti dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI pada Jumat, 16 Oktober 2020.

Dari 5 klaster yang dimaksud, klaster pertama ialah tata ruang. Sofyan mengaku akan berupaya untuk menciptakan PP terkait tata ruang yang lebih komperhensif untuk memudahkan investasi dan menutup celah tindak korupsi.

Kedua, klaster pengadaan tanah. Sofyan juga menyebut PP pengadaan tanah baru diharapkan dapat mengakomodir kepentingan umum yang lebih efisien dan cepat.

Baca Juga: Kementerian ATR Siapkan 5 RPP sebagai Turunan UU Cipta Kerja, Sofyan Djalil: Tentang Bank Tanah

Sofyan menjelaskan PP pengadaan tanah ini nantinya akan dapat mempermudah realisasi hal hal seperti perluasan jalan tol, perpanjangan jalan tol dan sebagainya.

Sofyan menerangkan, PP ini juga akan membuat realisasi tentang bandara yang selama ini diimpikan bisa segera terwujud. Harapannya, begitu Covid-19 sudah pergi, turis bisa datang melalui bandara baru.

Ketiga, klaster pengadaan lahan. Adapun PP yang diharapkan yakni mampu untuk melindungi kepentingan umum dan tanah terlantar atau tidak bertuan.

Baca Juga: Kelangkaan LPG saat Pandemi, DPD RI Bengkulu: Masa Pemerintah Tidak Belajar dari Pengalaman

Klaster keempat ialah Bank Tanah. Menurutnya, bahwa saat ini Indonesia tengah mengalami krisis tanah, terutama di daerah perkotaan. Sehingga PP yang sedang digarap ini diarahkan bisa mengatasi kesulitan pembangunan bagi kepentingan umum dan maupun kebutuhan kaum urban.

"Kenapa rusun dan rumah di Jakarta nggak bisa di bangun dekat tempat kerja? Karena negara nggak punya tanah. Kami juga nggak punya tanah. Padahal BPN harusnya punya dua fungsi yaitu legislator dan land manager. Kita nggak bisa jadi land manager karena nggak punya tanah. Makanya perlu revisi bank tanah. Untuk digunakan kepentingan publik, kepentingan sosial, taman, dan reformasi agraria," tuturnya.

Untuk itu, Sofyan memastikan bahwa kehadiran Bank Tanah merupakan hal penting. Alhasil PP terkait terus dimatangkan untuk kepentingan umum.

Baca Juga: Pengadaan Anggaran Mobil Dinas Diprotes, KPK Pastikan Tidak Akan Ada Tunjangan Transportasi Lagi

Terakhir, klaster atas hak tanah dasar. PP yang sedang dibuat pada klaster ini harapannya akan dapat mencegah praktik mafia tanah yang selama ini sering terjadi.

PP ini akan lebih memberikan kepastian hukum soal kepemilikan tanah.

"Karena kepemilikan tanah nanti akan bisa diketahui,"ucapnya.

Baca Juga: UU Cipta Kerja Masih Tuai Penolakan, Permohonan Uji Materi ke MK Bertambah

Kelima PP tersebut merupakan aturan lanjutan yang bersifat teknis dari beberapa pasal yang terdapat dalam UU Cipta Kerja yang sudah disahkan DPR RI pada 5 Oktober lalu. ***

Editor: Irma Nurfajri Aunulloh

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah