PR CIREBON - Pengesahan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang disahkan menjadi Undang-undang (UU) oleh DPR dalam Sidang Paripurna di Senayan, Jakarta, Senin 5 Oktober lalu, menjadi polemik di tengah masyarakat.
Puncaknya, Kamis 8 Oktober lalu, aksi demo besar-besaran pun marak dilakukan oleh kalangan buruh, mahasiswa, dan masyarakat umum di beberapa daerah di Indonesia sebagai bentuk penolakan terhadap UU Ciptaker tersebut.
Tak sedikit aksi demo di sejumlah daerah tersebut yang berujung ricuh dan merusak beberapa fasilitas umum milik pemerintah.
Baca Juga: UU Omnibus Law Langkah Penting Indonesia, Ma'ruf Amin: Demi Antisipasi Persaingan Dunia usai Pandemi
Selain itu, Organisasi masyarakat (Ormas) yang tergabung dalam Aliansi Nasional Anti Komunis Negara Kesatuan Republik Indonesia (ANAK NKRI) menggelar aksi demonstrasi serupa untuk menolak pengesahan RUU Cipta Kerja pada Selasa 13 Oktober 2020.
Aliansi yang terdiri dari berbagai ormas besutan Habib Rizieq Shihab itu, yakni Persaudaraan Alumni (PA) 212, Front Pembela Islam (FPI), dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama itu menggelar aksi menolak Omnibus Law di depan Istana Negara, Jakarta.
Disisi lain, aksi demonstrasi penolakan UU Ciptaker tersebut menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya penularan Virus Corona, pasalnya dalam aksi itu, selain menimbulkan kerumunan massa, juga banyak para peserta aksi yang abai terhadap protokol kesehatan.
Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Dahlan Iskan Sebarkan Pesan Penolakan Omnibus Law di WhatsApp, Tinjau Faktanya
Maraknya aksi demonstrasi Undang-Undang Cipta Kerja itu pun ditanggapi oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). IDI khawatir bahwa aksi demonstrasi besar-besaran tersebut akan menimbulkan klaster baru terhadap penyebaran Covid-19.
Zubairi Djoerban, selaku Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), menyatakan, bahwa atas aksi demonstrasi tersebut rem darurat bisa kembali diberlakukan Pemprov DKI Jakarta demi menekan laju penularan.