Banyak Buruh Penolak Omnibus Law Tak Tahu, Simak 3 Hoaks Sengaja Ubah Isi UU Cipta Kerja

- 6 Oktober 2020, 21:35 WIB
Ilustrasi Omnibus Law.
Ilustrasi Omnibus Law. /Pikiran-rakyat.com

PR CIREBON - Melalui Rapat Paripurna yang digelar pada Senin, 5 Oktober 2020, Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja sudah disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang (UU).

Meski begitu, banyak kalangan yang menilai bahwa Undang-Undang tersebut tidak berpihak kepada buruh dan masyarakat. Hal ini dikecam keras oleh serikat buruh Indonesia, yang pada tanggal 6-8 Oktober 2020 akan menjalankan aksi mogok nasional.

Di media sosial, banyak netizen yang menghujat dan menyuarakan kekecewaannya terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja. Mereka berkomentar jika UU Cipta Kerja mencabut hak buruh, memperparah keadaan buruh, menyengsarakan buruh, dan hanya memperkaya pengusaha.

Baca Juga: Jakarta Jadi Model Aplikasi Pemantau Protokol Kesehatan ala Luhut, Anies: We Will Follow The Order

Banyak sebaran informasi baik berbentuk narasi dan Infografik menganai UU Cipta Kerja  yang tidak sesuai, tentunya berpotensi menyesatkan karena kebenarannya perlu diverifikasi. Informasi tersebut tersebar luas di berbagai grup Whatsapp.

Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Warta Ekonomi, berikut rangkuman informasi yang isinya tak sesuai dengan UU Cipta Kerja:

  1. Hoaks Uang Pesangon Dihilangkan

Uang pesangon tetap ada. Dalam ketentuan Pasal 156 Ayat (I) UU Cipta Kerja yang telah direvisi menyebutkan, dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Baca Juga: Trump Buat Bursa Efek Indonesia Sepakat Ditutup di Zona Hijau, Bersama RUU Cipta Kerja Disahkan DPR

Berikut isi Pasal 156 dalam beleid:

"Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak sesuai ketentuan sebagai, jika masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah, masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah, masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah, masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah."

Halaman:

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Warta Ekonomi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x