Kondisi tersebut, menurutnya ditambah dengan fakta bahwa jumlah dokter di Indonesia menempati jumlah terendah kedua di Asia Tenggara, yakni sebesar 0,4 dokter per 1.000 penduduk. Artinya, setiap 4 dokter melayani 10.000 penduduk. Begitupun dengan dokter spesialis.
“Rasio dokter spesialis juga rendah, sebesar 0,13% per 1.000 penduduk. Selain itu, distribusi tenaga medis dan tenaga kesehatan juga terkonsentrasi di Jawa dan kota-kota besar,” tambahnya.
Menurut Adib, dokter merupakan salah satu aset bangsa, sementara investasi untuk mencetak dokter hingga dokter spesialis membutuhkan uang yang tidak sedikit. Sehingga kehilangan dokter tentunya menjadi ancaman tersendiri bagi kualitas pelayanan medis.
Baca Juga: Demi Sertifikasi Izin Edar Vaksin Covid-19, 55 Ribu Orang Jadi Relawan Uji Klinis Sputnik V
Oleh karena itu, Adib mendorong agar pemerintah tegas dalam membuat langkah-langkah kongkrit untuk menjamin keselamatan para dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
Hal itu menurutnya, bisa melalui pembentukan Komite Nasional Perlindungan dan Keselamatan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan.
“Yang bertugas mengintegrasikan seluruh stakeholder kesehatan untuk fokus dalam upaya perlindungan dan keselamatan serta upaya-upaya pengawasan,” ujarnya.
“Kebutuhan dokter tentunya menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi organisasi profesi dan perhimpunan-perhimpunan spesialis untuk tetap dapat menjamin proporsi pelayanan kesehatan kepada masyarakat,” tutupnya.***