Kontroversial Tangkap Tangan KPK atas Kepala Basarnas Ungkit UU Peradilan Militer

- 8 Agustus 2023, 13:38 WIB
Ilustrasi hukum dan keadilan. /Pixabay/WilliamCho
Ilustrasi hukum dan keadilan. /Pixabay/WilliamCho /

SABACIREBON  Kontroversial tentang tangkap tangan  Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas  Letkol Afri Budi Cahyanto oleh penyidik KPK mengundang pendapat berbagai pihak.

Pihak TNI menilai penanganan perkara hukum kedua angota aktif TNI itu harusnya dilakukan berdasar hukum militer karena mereka  anggota militer aktif. Sedangkan pendapat lain menyebutkan peradilan militer hanya berwenang menangani pelanggaran hukum militer sedangkan pelanggaran hukum pidana umum tunduk kepada peradilan pidana umum.

Oleh karena itu dengan maksud mendudukkan persoalan lebih mendasar demi kepentingan TNI dan masyarakat sipil, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak pemerintah segera merevisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Baca Juga: Ada Dugaan Aliran Dana ke Anggota Dewan terkait Kasus Pengadaan CCTV yang Menjerat Walikota

Revisi dilakukan untuk mengakhiri kultur impunitas dan ketidakadilan. Koalisi juga menilai UU tersebut sudah tidak relevan setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Di sisi lain, UU 31/1997 juga memiliki permasalahan norma dan penerapannya.

Dikutip dari pikiran-rakyat.com Selasa 8 Agustus 2023, Wacana revisi kembali muncul tatkala TNI mempermasalahkan operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan Letkol Afri Budi Cahyanto.

Atas penetapan tersebut, TNI mengatakan KPK telah menyalahi aturan. Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Marsekal Agung Handoko mengatakan, pihak yang berwenang untuk menetapkan anggota TNI aktif adalah polisi militer, bukan penyidik KPK. Namun demikian atas tekanan tersebut, KPK justru meminta maaf dan menyerahkan kasus ini kepada Puspom TNI dengan alasan kedua orang tersebut merupakan anggota TNI aktif dan berada dibawah yurisdiksi peradilan militer.

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Amerika dan Singapura. Ini Buktinya

Dalih anggota TNI aktif yang melakukan tindak pidana berada di bawah yurisdiksi peradilan militer menunjukan adanya eksklusivitas TNI dalam sistem peradilan di Indonesia yang justru cenderung memperkuat sentimen kekebalan hukum di institusi militer.

Halaman:

Editor: Otang Fharyana

Sumber: pikiran-rakyat.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x