Kontroversial Tangkap Tangan KPK atas Kepala Basarnas Ungkit UU Peradilan Militer

- 8 Agustus 2023, 13:38 WIB
Ilustrasi hukum dan keadilan. /Pixabay/WilliamCho
Ilustrasi hukum dan keadilan. /Pixabay/WilliamCho /

Apabila ditelisik lebih jauh, pernyataan tersebut merupakan kekeliruan dalam pengimplementasian UU 31/1997. Mengacu pada TAP MPR Nomor VII/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam Pasal 3 ayat (4) telah diatur secara jelas bahwa “Prajurit Tentara Nasional Indonesia tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum militer dan tunduk kepada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum”.

Ketentuan itu kembali diperkuat dalam Pasal 65 ayat (2) dan ayat (3) UU 34/2004. Pasal tersebut seyogianya menjadi sebuah landasan dalam melaksanakan prinsip perlakuan yang sama dan setara di depan hukum.

Baca Juga: 15 Tim Ikuti Turnamen Sepak Bola Kuwu Karanganyar Cup 2023, Ini Total Hadiahnya

Faktanya, koalisi menilai, pelaksanaan agar anggota TNI tunduk kepada peradilan umum sangatlah sulit. Hal tersebut disebabkan ketentuan peralihan dalam Pasal 74 ayat (1) dan (2) UU 34/2004. Ketentuan pasal itu menerangkan penerapan Pasal 65 baru dapat dilaksanakan jika peraturan mengenai Peradilan Militer yang baru diberlakukan. Sehingga, sebelum dibentuknya aturan mengenai undang-undang peradilan militer yang baru, semua harus tunduk pada ketentuan UU 31/1997. 

"Lebih jauh, kami menilai UU 31/1997 harus segera direvisi mengingat banyaknya inkonsistensi dalam penerapannya. Jika melihat konsideran UU 31/1997 disebutkan beberapa peraturan yang dijadikan dasar UU ini. Namun, peraturan yang dijadikan sebagai dasar pembentukan tersebut sudah tidak berlaku atau telah diubah dengan undang-undang baru," kata Julius Ibrani mewakili koalisi dalam keterangan tertulis, Senin, 7 Agustus 2023.

Koalisi ini mencontohkan, UUD 1945 sudah diamandemen sebanyak 4 kali, UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sudah tidak berlaku digantikan oleh Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Lalu, UU 31/1997 juga masih didasarkan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang sudah tidak berlaku dan digantikan oleh UU 34/2004. 

Baca Juga: Puluhan Kepala Desa di Majalengka Resmi Dilantik, Bupati Majalengka Bilang Begini

"Selanjutnya, kami menilai bahwa UU 31/1997 ini inkonsisten dengan peraturan perundang-undangan saat ini,” ujarnya.

Seperti pada Pasal 25 ayat (4) UU 48/2009 yang berbunyi, “Peradilan militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Merujuk pasal itu, peradilan militer seharusnya hanya mengadili tindak pidana yang dilakukan berkaitan dengan kegiatan militer, bukan tindak pidana umum dalam KUHP. 

Jika melihat dari hukum internasional hak asasi manusia, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Pasal 2 Kovenan tersebut mewajibkan setiap negara pihak seperti Indonesia untuk tidak menjalankan suatu peradilan khusus dengan hukum acara tersendiri yang dalam praktiknya membeda-bedakan proses hukum yang dijalani oleh warga sipil dan anggota militer.

Baca Juga: Langkah Azis Nyaleg DPR RI Akan Dievaluasi, Disebut-sebut Belum Banyak Berkontribusi, Begini Kata Ono Surono

Selain itu, koalisi berpandangan, dalam praktik di tingkat nasional, peradilan militer kerapkali hanya menjadi panggung sandiwara serta melanggengkan praktik-praktik impunitas dengan proses kasus yang banyak pelakunya tidak dihukum atau divonis ringan.

Selama Oktober 2021-September 2022 terdapat 65 perkara yang diadili di peradilan militer dengan 152 terdakwa. Namun, hukuman kepada para terdakwa sangat ringan dengan mayoritas vonis hanya berupa penjara dengan hitungan bulan. Sanksi ringin itu tidak hanya pada kasus-kasus baru saja, tapi juga yang diberikan terhadap pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu.

Contohnya pada Putusan Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta dengan nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999 anggota Tim Mawar divonis kurungan dengan rentang waktu 10-22 bulan. Akibat vonis ringan tersebut, sejumlah eks terdakwa sempat memiliki jabatan strategis dalam lingkup jabatan publik dan institusi TNI. Salah satunya pada 6 Januari 2022, Panglima TNI ketika itu mengangkat mantan terdakwa kasus Tim Mawar yaitu Mayjen Untung Budi Harto sebagai Panglima Komando Daerah Militer Jakarta Raya.

Halaman:

Editor: Otang Fharyana

Sumber: pikiran-rakyat.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x