Baca Juga: FIlm Netflix Asal Thailand, Hunger Berhasil Menarik Penonton dengan Sajiannya
Sebagai “Ibu Rumah Tangga”.
Ali Purwito di mata saya adalah sosok seorang ayah yang sangat perhatian kepada anak-anaknya. Ketika kami pertama bertemu dan berkenalan, saya baru tahu isterinya baru saja meninggal dunia karena kecelakaan mobil di Balikpapan. Dari pernikahan pertamanya, Ali Purwito dikaruniai tiga anak, semuanya laki-laki. Kemudian setelah menduda puluhan tahun, dia menikah yang kedua dan dikaruniai dua orang anak, juga keduanya laki-laki.
Ketika ditinggal isteri dari pernikahan pertamanya ketika itu, usia anak pertamanya Axis Pranoto mungkin baru 9 tahun, masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) dan anak bungsunya Yudha malah masih balita.
Seingat saya sejak kenal pertama dengannya di Balikpapan hingga dia menjadi Kepala Kantror BC Bali di Denpasar tahun 1981an dia merawat sendiri anak-anaknya itu. Bak seorang ibu rumah tangga, Ali tidak menyerahkan anak-anaknya dirawat dan diasuh oleh suster atau pembantu di rumahnya.Walau sesungguhnya secara ekonomi, dia mampu melakukannya.
Ada peristiwa yang membuat saya “trenyuh” ketika kami suatu pagi sepakat untuk golf bersama di Bedugul, Bali. Sejam kemudian dia membatalkan kesepakatan kami karena tiba-tiba ditelpon anak pertamanya Axis yang memberitahukan anak terkecilnya, Yudha sakit dan perlu membawanya ke dokter.
“Kita tunda dulu golfnya ya pak. Saya mau bawa Yudha dulu ke dokter,” katanya lewat saluran telfon kantor saya.
Ada lagi kenangan bersamanya. Sahabat saya itu punya sebuah kebiasaan yang menginspirasi sahabat-sahabatnya dalam menyantap makanan. Tak pernah terlihat Ali Purwito menambah porsi makan dari yang sudah ditetapkan dalam piring satapannya. Seenak dan selezat apa pun makanan itu jika sudah habis, ya berhenti.
Ketika saya bertanya, mengapa tidak pernah mau nambah porsi makannya, dia menjawab:"Itu sudah cukup untuk saya. Bukankah ada kata bijak, berhentilah makan sebelum kenyang." Luar biasa pendapatnya dan sangat filosofis.