Rencanakan Revisi PP 99/2012, ICW Sebut Yasonna Laoly Sudah Empat Kali Bawa Isu yang Sama

- 3 April 2020, 12:59 WIB
Illustrasi Narapidana
Illustrasi Narapidana /

PIKIRAN RAKYAT - Indonesia Corruption Watch (ICW) memprotes niat Menteri Hukum dan Hak Asasi Yasonna H. Laoly untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012.

Niat itu akan membuat narapidana kasus korupsi yang telah berusia di atas 60 tahun yang telah menjalani 2/3 masa tahanannya dapat dibebaskan. Hal ini disampaikan perwakilan ICW Divisi Hukum Kurnia Ramadhana.

"Niat Menteri Hukum dan HAM untuk mempermudah narapidana korupsi terbebas dari masa hukuman semakin akan menjauhkan efek jera," kata Kurnia Ramadhana dalam pernyataan yang disampaikan pada Kamis, 2 April 2020.

Baca Juga: Pusat Daur Ulang Ditutup Karena Covid-19, Sampah Berserakan di Sepanjang Jalan di Inggris

Aksi protes ini dimulai saat Menkumham Yasonna H. Laoly dalam rapat kerja virtual bersama Komisi III DPR pada Rabu 1 April 2020 mengatakan ingin merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012. PP ini menjelaskan Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Meskipun sebelumnya, pemerintah telah resmi mengeluarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020.

Keputusan Menkumham itu menjelaskan tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Akibatnya, telah direncanakan proses pembebasan 300 ribu narapidana dewasa dan anak.

Baca Juga: Cirebon Masuk Zona Merah Corona, Masjid Mujahiddin Tetap Gelar Salat Jumat

Adapun pada bagian kedua huruf a dan b disebutkan bahwa asimilasi dan pembebasan bersyarat tidak berlaku bagi kejahatan yang diatur dalam PP Nomor 99 Tahun 2012, termasuk napi korupsi.

"Ini artinya Menkumham tidak memandang korupsi sebagai kejahatan luar biasa bahwa kejahatan korupsi tidak bisa disamakan dengan bentuk kejahatan lainnya. Selain telah merugikan keuangan negara, korupsi juga merusak sistem demokrasi, bahkan dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

"Mempermudah narapidana korupsi untuk terbebas dari masa hukuman bukan merupakan keputusan yang tepat," jelas Kurnia dalam keterangan yang dikutip Pikiranrakyat-Cirebon.com melalui Kantor Berita Antara.

Baca Juga: Cerita di Balik Kesembuhan Pasien ke-11 Virus Corona di Jawa Barat

Bahkan berdasarkan data-data yang tercatat ICW, menunjukkan rata-rata vonis pengadilan tindak pidana korupsi bagi pelaku korupsi hanya menyentuh angka 2 tahun 5 bulan penjara.

Hal ini belum ditambah dengan situasi maraknya praktik korupsi di lembaga pemasyarakatan. Sehingga, bila kebijakan tersebut terealisasi maka pelaku korupsi di masa mendatang tidak akan lagi jera untuk melakukan kejahatan tersebut.

Sejauh ini, jumlah narapidana korupsi juga tidak sebanding dengan narapidana kejahatan lainnya. Data Kemenkumham pada 2018 menyebutkan bahwa jumlah narapidana seluruh Indonesia mencapai 248.690 orang dengan 4.552 orang diantaranya adalah narapidana korupsi.

Baca Juga: 70 Tahun Hubungan Indonesia-Tiongkok, Presiden Xi Jinping Siap Bantu Jokowi Perangi Corona

Dalam arti lain, narapidana korupsi hanya 1,8 persen dari total narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan.

Dengan begitu, jauh lebih baik bila pemerintah fokus pada narapidana kejahatan seperti narkoba atau tindak pidana umum lainnya. Terlebih secara kuantitas jauh lebih banyak dibanding korupsi.

"Tidak ada kaitannya pembebasan napi korupsi sebagai pencegahan Covid-19. Hal ini disebabkan karena Lapas Sukamiskin justru memberikan keistimewaan satu ruang sel diisi oleh satu narapidana kasus korupsi, justru ini bentuk social distancing yang diterapkan agar mencegah penularan," tegas Kurnia.

Baca Juga: Langgar Aturan, Pemerintah Malaysia Tahan 4.189 Individu saat Lockdown Berlangsung

Dalam catatan ICW, pada periode 2015-2019 Yasonna Laoly telah melontarkan keinginan untuk merevisi PP 99/2012 sebanyak empat kali. Mulai dari tahun 2015, 2016, 2017, dan pada tahun 2019 melalui Revisi UU Pemasyarakatan. Isu yang dibawa pun selalu sama, yakni ingin mempermudah pelaku korupsi ketika menjalani masa hukuman.

Padahal selama ini PP No. 99 Tahun 2012 diyakini banyak pihak sebagai aturan yang progresif untuk memaksimalkan pemberian efek jera bagi pelaku korupsi.

"Kami mendesak Presiden Jokowi dan Menkopolhukam menolak wacana Yasonna Laoly untuk melakukan revisi PP 99/2012 karena tidak ada relevansinya dengan pencegahan penularan Covid-19. Presiden juga diminta untuk menghentikan pembahasan sejumlah rancangan peraturan perundang-undangan yang kontroversial saat bencana nasional Covid-19 berlangsung,"pungkas Kurnia.***

Editor: Suci Nurzannah Efendi

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x