Diduga Pamerkan Spesies Langka Secara Ilegal, WALHI Sumut Gugat Kebun Binatang PT Nuansa Alam Nusantara

- 5 Juni 2021, 21:00 WIB
Ilustrasi orang utan. LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) gugat kebun binatang PT Nuansa Alam Nusantara di Padang Lawas Utara, Sumatera Utara.
Ilustrasi orang utan. LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) gugat kebun binatang PT Nuansa Alam Nusantara di Padang Lawas Utara, Sumatera Utara. /Pixabay/Edgar Winkler

PR CIREBON - Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) layangkan gugatan terhadap kebun binatang PT Nuansa Alam Nusantara di Padang Lawas Utara, Sumatera Utara (Sumut).

WALHI mengajukan gugatan hukum yang memiliki dampak global.

"Diduga kebun binatang Sumatera Utara tersebut memamerkan spesies langka secara ilegal, termasuk komodo dan Orang utan Sumatra," tulis Jacob Phelps yang dikutip oleh PikiranRakyat-Cirebon.com dari The Conversation, pada Kamis, 3 Juni 2021.

Baca Juga: Ini 3 Ciri Kepribadian Orang Toxic yang Patut Anda Ketahui, Salah Satunya Egois

Dosen Senior Konservasi Pemerintahan di Lancaster University tersebut mengatakan bahwa perdagangan ilegal satwa liar merupakan industri bernilai miliaran dolar yang mengancam keberadaan spesies secara global, mulai dari gajah hingga anggrek.

Pada kasus ini, tumbuhan, satwa dan jamur dari alam dijual secara ilegal ke seluruh penjuru dunia.

Misalnya, dengan atraksi di kebun binatang, hewan peliharaan, untuk makanan, suvenir atau sebagai obat.

Baca Juga: Komcad TNI Resmi Dibuka dari 1 - 6 Juni 2021, Berikut Ini Cara Pendaftaran dan Persyaratannya

Para pelaku kejahatan perdagangan ilegal satwa liar biasanya akan diadili secara pidana.

Kemudian, pengadilan menjatuhkan denda atau hukuman penjara untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan calon pelaku.

Namun, dalam kasus ini, para aktivis lingkungan justru mengajukan gugatan perdata.

Baca Juga: Definisi, Hak, dan Kewajiban Bergabung dalam Komponen Cadangan 'Komcad' TNI, Pendaftaran Dibuka Bulan Juni

para aktivis menuntut pengelola kebun binatang memulihkan kerugian akibat mempertontonkan satwa-satwa langka tersebut secara ilegal.

Dalam siaran pers gugatan hukum mereka, WALHI Sumatera Utara (WALHI Sumut) dan LBH Medan (Lembaga Bantuan Hukum di kota Medan) menggugat biaya perawatan 1 orang utan Sumatra.

Pasalnya, biaya tersebut disita dari kebun binatang dan menuntut biaya monitoring habitat untuk memastikan pemulihan populasi spesies orang utan di alam liar.

Baca Juga: Tak Main-main! Pemain AHHA PS PATI Miliknya Bisa Dapat Bonus Rumah, Atta Halilintar: Luar Biasa Guys!

"Tuntutan mereka mencapai nilai hampir Rp 1 miliar rupiah," tulis Jacob Phelps.

Hal ini, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sanksi pidana untuk kejahatan perdagangan satwa liar di Indonesia yang hanya sekitar Rp 50 juta.

Selanjutnya, para aktivis lingkungan juga meminta pengelola kebun binatang untuk meminta maaf secara terbuka.

Baca Juga: Ramal Kedekatan Billy dan Memes Saat di Bali, Denny Darko: Apapun yang Kalian Lihat Itu Adalah Konten

Kemudian, menggelar pameran pendidikan yang menjelaskan tentang perdagangan ilegal satwa liar dan kerugian bagi alam dan manusia.

Sayangnya, strategi hukum semacam ini yang bertujuan untuk memulihkan kerugian lingkungan.

Alih-alih menghukum pelaku, namun tidak mendapatkan perhatian dari para konservasionis di banyak negara.

Baca Juga: Gagal Tes DNA, Ratu Rizky Nabila Ucapkan Terima Kasih untuk Mantan Suami!

Gugatan terhadap kebun binatang di Indonesia dapat menjadi pendekatan hukum baru untuk melindungi satwa liar yang terancam punah.

Kemudian, Jacob Phelps menuliskan gagasannya yang terkait kasus tersebut.

Menurutnya, Gugatan terhadap kebun binatang ini sama pentingnya dengan kasus pencemaran atau kerusakan lingkungan lainnya.

Baca Juga: Euro 2021: Pemerintah Inggris Tidak Akan Melonggarkan Pembatasan Covid-19 Bagi Pendukung Asing

Misalnya, tumpahan minyak Exxon Valdez di Alaska pada 1989 dan Deepwater Horizon di Teluk Meksiko.

Dalam kasus tersebut, pemerintah dan warga negara menuntut pertanggungjawaban (dalam hal ini, perusahaan minyak) untuk membersihkan tumpahan minyak, memberikan kompensasi kepada korban, dan memulihkan habitat yang terdampak.

Hal ini juga mirip dengan gugatan hukum terkait perubahan iklim, yang menuntut perusahaan minyak dan gas terbesar di dunia membayar pembuatan tembok laut, dan tindakan mitigasi perubahan iklim lainnya.

Baca Juga: Kesal pada Suami, Seorang Ibu Tega Aniaya Sang Bayi yang Masih Berusia 15 Hari!

Sementara itu, pendekatan hukum yang serupa belum menjadi bagian utama dalam strategi penegakan hukum bidang konservasi.

Tetapi, bersama dengan Conservation Litigation, sebuah proyek yang dipimpin oleh para konservasionis dan pengacara, kami bekerja untuk mengajukan gugatan hukum sejenis ini secara global.

Kemudian, banyak negara sudah memiliki peraturan yang mengakomodasi gugatan hukum ini.

Baca Juga: Usai Mendarat di Jakarta, Ria Ricis Kunjungi Pusara Makam sang Ayah: Akhirnya Sampai di Rumah Baru Papa

Termasuk diantaranya, di kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi, seperti Meksiko, Republik Demokratik Kongo, dan Indonesia.

Konvensi PBB di Rio De Janeiro tahun 1992 bahkan meminta negara-negara untuk menyusun hukum nasional.

Hal tersebut, mengenai kompensasi bagi korban pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya.

Baca Juga: Kepala Kemanusiaan PBB Mark Lowcock Beri Peringatan Kelaparan di Tigray Ethiopia yang Berisiko Kematian

Meski sudah ada undang-undang yang mewajibkan pelanggar untuk memulihkan kerusakan lingkungan, kasus gugatan terhadap kebun binatang di Indonesia menjadi unik karena pertama kali diterapkan untuk kejahatan terhadap satwa liar.

Menurutnya, kasus ini dapat mempengaruhi pandangan dan kebijakan publik terkait keanekaragaman hayati.

Selain itu, hal ini merupakan manfaat penting dari gugatan hukum, seperti yang terjadi pada gugatan hukum terhadap perusahaan tembakau dan produsen opioid.

Baca Juga: Azka Corbuzier Ulang Tahun Ke-15, Begini Harapan Kalina untuk Sang Anak!

Selama bertahun-tahun, gugatan ini telah menghasilkan kompensasi untuk biaya perawatan kesehatan.

Ditambah lagi, pengakuan bersalah kepada publik dari para eksekutif perusahaan dan iklan korektif untuk mengklarifikasi kesalahan informasi sebelumnya.

Jacob menerangkan bahwa kasus-kasus ini tidak hanya menguntungkan korban individu, tetapi juga membantu mengubah sikap dan kebijakan kesehatan masyarakat dan praktik perusahaan.

Baca Juga: Ini Hal yang Tak Disukainya dari Sosok Ayu Ting Ting! Ivan Gunawan: Gua 'Gedek'

"Gugatan terhadap kebun binatang ini bisa mencapai hasil serupa dengan meminta korporasi bertanggung jawab atas kerugian lingkungan yang terjadi," tulis Jacob.

Selain itu, kerugian tersebut akibat keterlibatannya dalam perdagangan ilegal satwa liar.

Menurut Jacob, dengan meminta permintaan maaf kepada publik dan dukungan untuk program pendidikan, gugatan tidak hanya memulihkan kerugian lingkungan terhadap individu satwa dan spesiesnya, tetapi juga membentuk persepsi dan kebijakan publik.

Baca Juga: Kabar Gembira! Kartu Prakerja Gelombang 17 Resmi Dibuka, Mau Lulus Daftar Simak Tips Berikut Ini!

"Hal penting lainnya adalah kasus ini diajukan oleh LSM lingkungan, bukan pemerintah," tambahnya.

Kemudian, Jacob menuliskan bahwa pada penegakan hukum pidana, dakwaan dan tuntutan hanya bisa diajukan pemerintah.

Hal tersebut karena LSM lingkungan tidak bisa mengajukan tuntutan pidana tersebut kepada para pelaku kejahatan.

Baca Juga: Sebut Rusia Tak Ada Masalah dengan AS, Vladimir Putin: Mereka yang Punya Masalah dengan Kami

Sementara itu, gugatan perdata memberikan ruang lebih luas bagi masyarakat dan organisasi lingkungan untuk berpartisipasi dalam menuntut pemulihan lingkungan.

Banyak negara membolehkan warga negara dan kelompok masyarakat sipil mengajukan gugatan perdata atas kerusakan lingkungan, hal ini memperluas potensi tindakan konservasi publik.

Sayangnya, jenis gugatan seperti ini sering terhambat oleh kesulitan membayar pengacara, korupsi dalam sistem hukum dan intimidasi terhadap aktivis.

Baca Juga: Kembali Tanggapi Sinetron 'Suara Hari Istri', Ernest Prakarsa: Apakah Ganti Pemeran Menyelesaikan Masalah?

Dengan lebih dari satu juta spesies menghadapi kepunahan, penting untuk mengenali dan mendukung kasus langka seperti ini yang menguji cara baru melindungi spesies terancam dan rentan di planet ini.

Disclaimer: Artikel ini sebelumnya telah terbit di The Conversation pada 3 Juni 2021 dengan judul "Gugatan hukum atas kebun binatang di Sumatra Utara angin segar melawan perdagangan satwa liar secara global".***

Editor: Arman Muharam

Sumber: The Conversation


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah