PR CIREBON - Kegiatan mudik lebaran 2021 memiliki angka pergerakan orang dalam jumlah yang besar dibandingkan tahun sebelumnya.
Misalnya, Kementerian Perhubungan menunjukan angka 1,5 juta orang telah keluar dari Jakarta dan sekitarnya untuk mudik lebaran.
Selain itu, terdapat total kendaraan yang menyeberang ke Sumatera pada periode sebelum pelarangan mudik lebaran, meningkat 212 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari artikel yang diterbitkan The Conversation pada 25 Mei 20201, Ketua Departemen Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanudin Irwandy menuliskan analisisnya terkait pemicu ledakan kasus Covid-19 di Indonesia.
"Jakarta dan berbagai daerah tujuan mudik lainnya berpotensi akan panen kasus Covid-19 dalam beberapa pekan kedepan," tulis Irwandy.
Hal itu, menurutnya karena terdapat peningkatan kasus yang berasal dari pergerakan orang dalam jumlah besar selama mudik Lebaran pada pekan lalu dan kini sebagian telah kembali ke Ibu Kota.
Fenomena ini disebutnya seperti "bom waktu” yang siap meledak jika tidak disadari oleh masyarakat dan pemerintah pusat dan daerah gagal mengantisipasinya.
"Bagaikan ayunan pendulum, arus mudik saat ini membuat arah pusat pertumbuhan kasus bergerak ke luar wilayah Jabodetabek bahkan hingga ke Sumatera," kata Irwandy.
Kemudian, Irwandi menambahkan bahwa arus balik akan membuat arah pendulum pusat peningkatan kasus bergerak kembali ke Jabodetabek. Selama April 2021, rata-rata angka positif dari total jumlah tes PCR (positivity rate) Indonesia adalah 11,77 persen, jauh dari standar minimal WHO, yaitu 5 persen.
Baca Juga: Simak 2 Alasan Kenapa Masih Harus Terapkan Protokol Kesehatan Meski Sudah Dapat Vaksin Covid-19!
Apabila menggunakan asumsi data ada 1,5 juta pemudik yang telah meninggalkan Jabodetabek dan angka positivity rate adalah 11,77 persen, maka diperkirakan ada 170 ribu pemudik yang telah membawa virus Covid-19 ke kampung mereka.
Selanjutnya, terdapat estimasi angka penularan Covid-19 sebesar 2,87, maka beberapa minggu kedepan diprediksi angka kasus baru Covid-19 bisa mencapai 500.000 kasus aktif baru.
"Potensi angka setengah juta kasus aktif baru tersebut sangat menakutkan," tulis Irwandy.
Irwandy menuliskan bahwa sepanjang pandemi, rekor kasus aktif terbesar di Indonesia hanya 175 ribuan kasus.
Sementara itu, hal tersebut hampir melumpuhkan sistem pelayanan kesehatan kita pada awal Februari tahun ini.
Ditambah dengan Kombinasi dari liburan panjang, tingginya mobilitas lokal karena masih diizinkannya tempat keramaian dan wisata beroperasi, masih rendahnya kepatuhan protokol kesehatan.
Baca Juga: Lirik Lagu Love Sight - TXT dan Terjemahan Bahasa Indonesia, OST Part 2 Drakor Doom at Your Service
Kemudian cakupan vaksin dan testing masih rendah hingga masuknya varian virus baru merupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan ledakan kasus baru.
Berikut 6 pemicu ledakan "bom waktu" kasus Covid-19 di Indonesia yang perlu disadari bersama.
1. Libur panjang dan pengalaman masa lalu
Baca Juga: Inilah 2 Pelajaran Penting untuk Pemerintahan Indonesia dari Peristiwa Tenggelamnya KRI Nanggala 402
Irwandy mengungkapkan bahwa setidaknya ada empat momen yang terjadi sepanjang 2020 yang bisa dipelajari.
Momen pertama tentang libur Idul Fitri, pada Mei tahun lalu, yang menyebabkan kenaikan 68-93 persen kasus harian dan 28-66 persen angka kematian.
Kemudian, libur Hari Kemerdekaan RI pada Agustus menyebabkan kenaikan 58-119 persen kasus harian dan 10-57 persen angka kematian.
Baca Juga: Harus Urus Kiano saat Paula Jalani Isolasi Mandiri, Baim Wong: Kalau Malam Dia Suka Nunjuk-nunjuk
Selain itu, terdapat Libur Maulid Nabi akhir Oktober menyumbang kenaikan 37-95% kasus harian dan 13-75 persen angka kematian.
Terakhir, momen libur Natal dan Tahun Baru yang menambah kasus harian sebanyak 37-78 persen dan 6-46 persen kasus kematian.
Hal yang perlu disadari adalah seluruh dampak kenaikan kasus ini terasa hingga minimal tiga pekan ke depan setelah liburan berlangsung.
Baca Juga: Dijuluki Orang Tertua di Negaranya, Pria Australia Bertahan hingga Usia 111 Tahun: Makan Otak Ayam
2. Mobilitas lokal yang tinggi
Selanjutnya, Irwandi menyinggung soal pelarangan mudik tahun ini, namun masih terdapat mobilitas penduduk masih tinggi akibat berbagai pusat keramaian dan wisata masih diizinkan untuk dibuka.
Hal ini, yang menyebabkan pusat perbelanjaan seperti mal di berbagai daerah padat dikunjungi oleh masyarakat menjelang Idul Fitri.
Bahkan pada awal Mei, jumlah pengunjung Pasar Tanah Abang membludak hampir 200 persen melebihi kapasitasnya menjelang Lebaran.
Misalnya, pada akhir pekan, sekitar 87 ribu orang berkunjung ke pasar tersebut.
Meskipun tidak berhubungan secara langsung, Irwandy mengungkapkan bahwa setelah kerumunan di Pasar Tanah Abang jumlah kasus aktif di Jakarta Pusat meningkat 6 persen.
Baca Juga: Polrestabes Bandung Tetap Lakukan Penyekatan di Wilayahnya Guna Antisipasi Covid-19
Selain pusat perbelanjaan dan pasar, tempat wisata juga masih boleh buka selama libur Lebaran, kecuali di daerah zona merah dan oranye.
Menurut Data Google Mobility Indonesia, menunjukkan telah terjadi peningkatan mobilitas masyarakat di tempat-tempat seperti restoran, cafe, rumah makan dan mal sebesar 6 persen hingga pada 10 Mei jika dibanding periode akhir Maret.
Bahkan pergerakan masyarakat pada pusat perbelanjaan seperti supermarket dan pasar naik 36 persen. Selain itu, di lingkungan perumahan yang mengalami kenaikan pergerakan orang terjadi sebesar 7 persen.
Hal ini menurut Irwandy mengkhawatirkan, karena berdasarkan survei pemantauan nasional, restoran, pasar, dan lokasi wisata merupakan tempat yang paling sering ditemukan ketidakpatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan.
3. Kepatuhan protokol kesehatan rendah
Kemudian, Irwandy menyinggung rendahnya kepatuhan protokol kesehatan di berbagai daerah menjadi ancaman serius yang dapat meledakkan bom waktu terhadap peningkatan angka kasus setelah libur Lebaran.
Berdasarkan Data Satgas Covid-19 Nasional (hingga 9 Mei 2021) menunjukkan bahwa hanya 41,43 persen kabupaten dan kota di Indonesia yang memiliki tingkat kepatuhan memakai masker >90 persen.
Sementara itu, masih ada 10,86 persen kabupaten dan kota yang memiliki tingkat kepatuhan masyarakatnya dalam memakai masker
Hal itu, menyebabkan persentase ketidakpatuhan masyarakat untuk menjaga jarak di tempat kerumunan meningkat.
Baca Juga: Mudah! Simak Resep Membuat Sawi Gulung Isi Ayam, Cocok Disantap Saat Musim Hujan
Kemudian, pada 2 Mei, terdapat 13,79 persen kabupaten dan kota yang kepatuhan masyarakatnya
4. Rendahnya cakupan vaksin
Sementara itu, Irwandy menuliskan cakupan persentase penduduk yang divaksin di Indonesia baru 5,45 persen hingga 23 Mei 2021.
Baca Juga: Satgas Yonif 315 Garuda Melaksanakan Tugas Operasi Pamrahwan di Wilayah Rawan Papua
Menurutnya, angka tersebut masih lebih rendah dibanding rata-rata dunia yang telah mencapai 9,80 persen dan masih jauh dari target 60-70 persen agar dapat membentuk kekebalan kelompok.
Sebagai perbandingan, vaksinasi di India yang telah mencapai dua kali lipat dari Indonesia yakni 10,87 persen.
Namun, mereka saat ini tetap kewalahan menghadapi lonjakan badai kasus Covid-19 akibat dari kelalaian pemerintah dan masyarakat di sana yang kurang ketat menekan kerumunan akibat pelaksanaan tradisi keagamaan yang diikuti jutaan orang.
Baca Juga: Jadwal Timnas Hari ini Indonesia vs Afghanistan, Farshad Noor Bisa Kembali Berhadapan Pemain Garuda
5. Kemampuan testing rendah
Selanjutnya mengenai kemampuan testing Indonesia untuk segera mendeteksi kasus baru di masyarakat untuk segera diisolasi dan dirawat saat ini juga masih sangat rendah.
Irwandi menuliskan bahwa hingga 21 Mei 2021 untuk per seribu penduduk, angka testing Indonesia baru mencapai 0,16.
Dirinya membandingkan dengan Malaysia per 20 Menit telah memiliki angka testing lebih baik (2,37 per seribu penduduk).
Namun, menurutnya mereka tetap menjalankan kebijakan pelarangan mudik ditambah penerapan lockdown yang lebih ketat di beberapa daerah.
"Mereka menyadari akan bahayanya potensi mudik bagi peningkatan kasus," tulis Irwandy.
Kemudian, India memiliki angka testing lebih tinggi dibandingkan Indonesia, yakni 1,35 per seribu penduduk.
Namun, kenyataannya saat ini mereka sedang kewalahan menghadapi lonjakan cepat kasus akibat pergerakan penduduk yang tinggi dan ketidakpatuhan menerapkan protokol kesehatan.
6. Masuknya varian virus baru
Terakhir, mengenai varian virus baru yang perlu diwaspadai.
Irwandy mengungkapkan bahwa varian virus baru yang saat ini terus bermutasi menjadi faktor selanjutnya yang dapat memperparah ledakan bom waktu lonjakan kasus akibat libur Lebaran.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan Indonesia hingga awal Mei sudah kemasukan tiga varian virus Covid-19 dengan kategori varian yang harus diwaspadai versi Organisasi Kesehatan Dunia.
Varian tersebut diantaranya adalah B117 dari Inggris, B 1351 dari Afrika Selatan, dan B 1617 dari India.
Hal tersebut, tentu saja sangat berbahaya mengingat varian virus baru ini memiliki tingkat infeksi atau penularan yang lebih cepat seperti di India.
Bahkan, varian baru lain yang dikenal dengan varian E484K saat ini ditenggarai dapat menghindar dari beberapa antibodi yang sudah terbentuk akibat vaksinasi.
Jika kita gagal untuk segera mengantisipasinya masuk ke Indonesia, sistem kesehatan kita akan makin berdarah-darah menghadapi lonjakan kasus baru.
Baca Juga: Mudah! Simak Resep Membuat Sawi Gulung Isi Ayam, Cocok Disantap Saat Musim Hujan
"Saat ini letupan kecil peningkatan kasus mulai terdengar di Luar Jakarta," tulis Irwandy.
Jumlah orang yang dirawat di rumah sakit rujukan Covid-19 secara nasional hingga 2 Mei meningkat 1,28 persen.
Sedangkan, angka kematian meningkat 0,7 persen dalam minggu pertama Mei dibanding minggu sebelumnya.
Kemudian, pusat epicentrum akibat dampak mudik terlihat bergeser keluar wilayah Jabodetabek.
Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu daerah tujuan mudik tertinggi, per 9 Mei 2021 telah naik kasusnya 8,7 persen.
"Keadaan ini berbahaya karena kemampuan sistem pelayanan kesehatan di beberapa provinsi lain tidak sekuat Jabodetabek," tambah Irwandy.
Baca Juga: IOC Tuai Kritik di Jepang Karena Ucapan Ini, Seruan Pembatalan Olimpiade Tokyo Semakin Kuat
Berdasar data RS Online, angka pemanfaatan tempat tidur perawatan Covid-19 di RS telah terpakai lebih dari setengah daya tampung maksimalnya di Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Selatan, Jambi dan Kalimantan Barat.
Sementara itu, pendulum sudah mulai bergeser, oleh karena itu, pemerintah daerah khususnya daerah tujuan mudik harus sudah mulai menyiapkan sistem pelayanan kesehatannya agar tidak lumpuh dalam beberapa pekan ke depan.
Selain itu, dalam jangka pendek dan menengah, pemerintah harus memperketat mobilitas penduduk dan persyaratan arus balik serta kunjungan dari luar negeri agar bom waktu ini tidak kembali berayun dan meledak hebat di Jabodetabek akibat arus balik.
Kemudian, kegiatan testing acak dengan metode yang lebih tepat hingga pelaksanaan kewajiban karantina bagi para pelaku perjalanan arus balik di wilayah tempat tujuan.
"Jika hal ini tidak dapat dilakukan secara maksimal seperti pengalaman pada saat membendung arus mudik kemarin, maka opsi lockdown Jabodetabek menjadi jalan terbaik," tulis Irwandy.***