Kebijakan kedua, Kemdikbud akan pengembangan materi dan metode pembelajaran apresiasi musik yang berbasis "experiential" dan pendidikan kontekstual untuk siswa tingkat Pendidikan Usia Dini hingga SMP.
“Pembelajaran apresiasi musik di dunia pendidikan bertujuan untuk mendorong dunia pendidikan menjadi lebih kontekstual dan memberikan siswa pengalaman yang menyenangkan dalam menyelami keragaman dunia musik Indonesia,” papar Hilmar.
Selain dari Kemendikbud, kebijakan itu memperoleh dukungan penuh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Perpustakaan Nasional serta musisi, asosiasi, dan komunitas musik tradisional.
Selama ini, pihak Kemdikbud merasakan masih adanya celah dalam undang-undang hak cipta yang belum dapat perlindungan dan mengakomodasi hak ekonomi khususnya dari para pemilik hak cipta musisi tradisional.
Maka dari itu, mengusulkan dibentuknya suatu Lembaga Manajemen Kolektif Musik Tradisional untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan terkait hak cipta saat ini yang terdiri atas pemerintah dan pemangku kepentingan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, musisi tradisional seharusnya memiliki kedudukan dan akses yang sama untuk dapat memperoleh hak atas karya cipta yang dihasilkan.
Namun, pada kenyataannya pendokumentasian dan publikasi yang dilakukan tidak dikelola dengan baik sehingga pengakuan terhadap karya yang dihasilkan lemah secara perlindungan hukum.
Hilmar menjelaskan peringatan Hari Musik Nasional yang jatuh pada setiap 9 Maret akan menjadi titik awal bagi pemerintah untuk menyusun regulasi dan memberikan pelindungan hak cipta bagi musisi tradisional.***