Wakil Ketua MPR Ingatkan Pendidik Tidak Abai Nilai Kebangsaan, Ferdinand Hutahaean Ceritakan Toleransi Masa SD

- 25 Januari 2021, 06:50 WIB
Tangkap layar Twitter FerdinandHaean3.*
Tangkap layar Twitter FerdinandHaean3.* /

PR CIREBON – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Lestari Moerdijat ikut mengomentari perihal siswi non-muslim yang mengaku dipaksa mengenakan jilbab oleh pihak sekolah.

Lestari Moerdijat mengingatkan kalangan pendidik agar tidak abai terhadap nilai-nilai kebangsaan.

Salah satunya adalah kebhinekaan dan toleransi yang diamanatkan para pendiri bangsa.

Baca Juga: Tak Disangka, Seekor Kucing di Korea Selatan Dilaporkan Positif Covid-19

"Tenaga pendidik seharusnya menjadi orang yang berperan menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada para siswanya"

"Bukan malah mengaburkan nilai-nilai itu dalam kehidupan sehari-hari," kata Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta pada Minggu, 24 Januari 2021.

Menurut Lestari Moerdijat, terkait kewajiban berseragam muslimah di sekolah negeri di Padang.

Baca Juga: Para Bumil Harus Tahu! Ternyata Telur Rebus Mengandung Banyak Nutrisi untuk Kesehatan Ibu Hamil dan Janin

Membuat publik membuka mata bahwa masih ada kalangan pendidik yang abai terhadap nilai-nilai kebangsaan.

Apalagi, lanjut Lestari Moerdijat, para pendidik seharusnya merupakan dasar pembentukan karakter generasi mendatang.

Bukan hanya itu, Lestari Moerdijat juga mengemukakan bahwa dalam Undang-undang Dasar telah dibentuk peraturan agar setiap warga negara bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya masing-masing.

Baca Juga: Tak Terima Dibentak Balik Saat Ingatkan Sopir Truk yang Tidak Pakai Masker, Oknum Satpol PP Cimahi Beri Bogem

“Mewajibkan siswa non-muslim untuk memakai jilbab juga bertentangan dengan prinsip program Merdeka Belajar"

"Yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,” ujar Lestari, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara.

Karena, dalam Undang Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 4 ayat (1) juga menegaskan agar pendidikan diselenggarakan secara demokratis.

Baca Juga: Sebelum Tembak Si Dia, Para Pria Harus Pastikan Miliki 6 Karakter Ini Agar Layak Dijadikan Pasangan Wanitanya

Berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Lestari Moerdijat berpendapat bahwa kebijakan yang diterapkan di daerah atas nama melestarikan kearifan lokal seharusnya tidak bertentangan dengan norma-norma hukum dan konstitusi.

Apalagi di era globalisasi yang tanpa batas ini, lanjut Lestari Moerdijat, berbagai ideologi asing dengan mudah diakses.

Baca Juga: Balas Cuitan Nasihat Mahfud MD, Fahri Hamzah: Kenapa Nggak Semua Orang Dinasehati Aja?

Dan dapat mempengaruhi proses pemahaman nilai-nilai kebangsaan oleh para generasi muda.

"Sehingga saat ini tidak ada tawar-menawar lagi untuk menyegerakan berbagai langkah yang diperlukan"

"Untuk meningkatkan dan menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada segenap lapisan masyarakat," kata Lestari Moerdijat.

Baca Juga: Sambut Imlek 2021, Inilah Alasan Mengapa Ada Banyak Lampion?

Sementara itu, politisi Ferdinand Hutahaean menceritakan bagaimana toleransi dibentuk di sekolah dasarnya dahulu.

“Di kampungku Laguboti, ada sedikit warga Muslim. Waktu saya SD kalau pelajaran agama Kristen"

"Kawan saya yang Muslim keluar dan belajar agama Islam meski hanya 2 orang,” ungkap Ferdinand Hutahaean.

Baca Juga: Cemburu Buta Lihat Foto Suami Sama Wanita Lain, Seorang Istri di Meksiko Tega Tusuk dengan Pisau Berkali-kali

Yang disampaikan Ferdinand Hutahaean dalam akun Twitter-nya @ferdinandhaean3 yang dipantau PikiranRakyat-Cirebon.com pada Senin, 25 Januari 2021.

“Kami tak pernah memaksa mereka untuk ikut lokal, mereka bahkan diijinkan mendirikan Masjid di sebelah rumah orang Kristen. Damai,” pungkas Ferdinand Hutahaean.***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: Twitter ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x