Bicara Soal TNI Digerakan Hadapi FPI, Munarman: Alangkah Lucunya Kami Hanya Warga Sipil

- 2 Desember 2020, 11:36 WIB
Munarman (kiri) dan lambang FPI (kanan)
Munarman (kiri) dan lambang FPI (kanan) /suber, YouTube Akbar Faizal Uncensored dan twitter @Kabar_FPI

PR CIREBON - Juru bicara Front Pembela Islam Munarman, menanggapi pemberitaan terkait perbedaan sikap antara Istana yang menolak untuk melakukan pembicaraan dengan FPI dan juru bicara Wakil Presiden, Ma'ruf Amin, yang mengatakan siap bicara dengan FPI.

Perbedaan itu menurut Munarman justru membuat FPI bingung mau berkomunikasi dengan siapa yang kira-kira dapat dipegang perkataannya.

Dia melanjutkan sementara FPI melakukan dialog dengan yang mewakili pemerintah, tapi ada elemen lain yang melakukan tindakan berbeda dengan itu.

Baca Juga: Momen Khusus Reuni 212, Umat Islam di Bogor Gelar Zikir dan Munajat untuk Bangsa

"Salah satu yang mau saya katakan penyebab Habib Rizieq tidak bisa pulang dan kasus-kasus Habib muncul itu karena ada pihak lain yang memainkan irama yang berbeda," kata Munarman, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari kanal Youtube Akbar Faizal Uncensored pada 2 Desember 2020.

Keadaan tersebut dinilainya yang membuat situasi terus-menerus menjadi kaca, karena tidak tahu siapa yang berkuasa sesungguhnya.

Ditambahkan Munarman bahwa perlu adanya pendisiplinan untuk mengembalikan posisi pemerintah sebagai lembaga resmi, yang bisa menjadi acuan dalam mengambil sikap.

Baca Juga: KPU Targetkan Partisipasi Pemilih Capai 77,5 Persen, DPR: Seharusnya Target Itu Dapat Dilampaui

"Nah, Pak Wapres ini, Pak Ma'ruf Amin, membuka komunikasi tetapi kan kalau elemen pemerintahan yang lain membuat kekacauan artinya kan membangkang terhadap apa yang dilakukan Wakil Presiden. Itu yang memang agak susah bagi kita hidup dalam situasi yang seperti ini," ujarnya.

Terkait perkataan Habib Rizieq yang terlalu frontal di acara ceramahnya, Munarman mengakui menerima banyak masukan, dan rata-rata yang memberi masukan dari kalangan terdidik menengah ke atas.

Dia melanjutkan memang logika berpikir kalangan menengah ke atas menggunakan logika yang rasional, tapi belum ada kalangan bawah yang memberikan protes.

Baca Juga: Gubernur dan Wakil Isolasi Mandiri, Moeldoko Sebut Pemerintahan di Ibu Kota Tidak Akan Terganggu

"Malah yang terjadi mendukung habis-habisan, ada yang mengatakan 'Ini saatnya mempertegas.' Jadi kita ini melihat sisi kelas kita, kelas menengah kan begitu itu, inilah realitas sementara yang di bawah setuju karena memang sudah saatnya tegas kepada hal-hal keburukan itu," ucapnya.

Selain itu, persoalan lain yang dipermasalahkan beberapa pekan terakhir adalah adanya seseorang yang mendoakan Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri berumur pendek.

Munarman mengatakan bahwa orang tersebut adalah salah satu ulama besar di Jakarta dan bukan sosok yang buta politik.

Baca Juga: Mengaku Prihatin, GP Ansor Kerahkan Banser Untuk Jaga Rumah Ibunda Mahfud MD

"Itu ulama besar di Jakarta, an itu termasuk deklarator FPI, Habib Idrus. Dia juga bukan buta politik, dia orang P3, bukan yang sekarang ya P3 lama," katanya.

Munarman mengatakan panggung tabligh akbar merupakan panggung yang sangat spektrum dengan audiens yang beragam, tetapi mayoritas yang hadir dalam acara tersebut kalangan menengah ke bawah.

"Mereka membutuhkan hal-hal yang ringkas, padat, dan mudah dicerna sebenarnya, dan itu aspirasi mereka. Kan doa tergantung Allah, terkabul atau tidak," ujarnya.

Baca Juga: Dikabarkan Terpapar Covid-19 Selasa Malam, Kapolri Sebut Itu Hoaks, Tengah Bermain Badminton

Munarman juga memberikan pendapatnya terkait TNI dengan menyatakan bahwa sejak menyepakati reformasi sudah dilakukan pemisahan dari Polri, tidak lagi menjadi ABRI.

Kemudian TNI itu tugas utamanya dua hal, operasi militer perang dan operasi militer selain perang.

"Nah alangkah lucunya ketika, di dalam sistem undang-undang kita, Undang-Undang Nomor 34, menggerakan TNI untuk operasi militer selain perang itu hanya bisa dilakukan oleh otoritas politik negara," kata Munarman.

Baca Juga: Lagu Revolusi Akhlak, Siapa Bilang Kami Penghancur Bangsa, Kami Patuh Terhadap Pancasila

Dia menuturkan pemegang otoritas militer negara adalah Presiden, artinya TNI hanya boleh bertindak tidak berperang itu kalau ada keputusan politik dari Presiden.

"Itu dulu satu. Kemudian disebut juga Koopssus juga begitu. Yang bisa menggerakan Panglima TNI atas perintah Presiden juga," urainya.

Jadi menurutnya, kalau TNI digerakan kepada FPI yang notabene adalah organisasi masyarakat sipil itu menjadi hal yang lucu.

Baca Juga: Sesalkan Kejadian yang Menimpa Kediaman Ibunya, Mahfud MD: Kalian Ini Mengganggu Ibu Saya Bukan Saya

"Alangkah lucunya, apalagi ditugaskan hanya untuk membantukan membersihkan spanduk, mengamankan dalam mengirimkan mobil perang ke Petamburan membuat sirine. Itu untuk apa? Apa Polisi tidak ada lagi? Apa harus tentara? apa sedemikian darurat?" ucapnya.

Munarman menambahkan kalau melihat ke negara-negara yang menganut demokrasi, tentara dikerahkan jika situasinya sudah betul-betul darurat untuk perang.

Selain itu tentara digunakan untuk perang menghadapi musuh, bukan untuk menghadapi rakyat sendiri. 

Baca Juga: Ali Ngabalin Tidak Ditangkap Bersama Rombongan Edhy Prabowo, Begini Penjelasan KPK

"Jadi dari dulu ini sudah kita suarakan, orde baru kan begitu tangan kanan tulang punggungnya kan ABRI saat itu. Dan kita semua dulu kan menolak penggunaan militer dalam konteks politik seperti ini dan itu sudah disepakati tetapi sekarang diberlakukan kan lucu saja," ujar Munarman.

Menurutnya FPI tidak takut hanya merasa lucu, dan menjadi lucu kalau diteruskan seperti ini. 

"Menganggap bahwa FPI itu kelompok yang perlu dihadapi dengan kekuatan miiter, aneh rasanya," katanya.

Baca Juga: Mau Nikmati Susu Almond Lezat di Rumah ? Berikut Panduan Cara Buatnya, Lengkap Kandungan Kalori

Munarman mengingatkan TNI itu institusi negara bukan alat politik, tugasnya menjaga keutuhan NKRI dalam konteks wilayah atau menghadapi musuh luar.

"Tapi kita ingatkan untuk supaya tidak bermain di wilayah-wilayah yang dulu pernah dilakukan dan itu tidak diinginkan oleh rakyat. Berarti kita kan gagal melakukan reformasi selama ini kalau masih melakukan praktek-praktek yang sama," pungkas Munarman.***

  

Editor: Egi Septiadi

Sumber: Youtube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah