Network
PR CIREBON - Pada 25 November lalu Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo beserta rombongan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Edhy diamankan sesaat setelah mendarat di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta.
Penangkapan Edhy tersebut karena kasus ekspor benur atau benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo tentang izin ekspor benih lobster tersebut ternyata menyimpan banyak polemik hingga dirinya dimata-matai oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan berhasil diciduk.
Baca Juga: Sindir Habib Rizieq, Moeldoko: Umumkan Hasil Swab Bentuk Tanggungjawab Moral Kepada Sesama
Mengungkap polemik ekspor benur, Effendi Gazali selaku orang yang saat ini disebut-sebut sebagai lawan debat Susi Pudjiastuti, mantan menteri Kelautan dan Perikanan sebelumnya mengatakan bahwa draft tentang kebijakan ekspor benur dengan peraturan yang disahkan terdapat perbedaan.
"Saya yang termasuk didalam penasehat ahli dan ikut serta membuat draft (kebijakan ekspor benur) tersebut melihat saat draftnya berubah menjadi peraturan ada isinya yang berbeda," ucapnya dalam podcast di akun Youtube Deddy Corbuzier, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com.
Terkait dirinya yang dikabarkan ingin menantang Susi Pudjiastuti untuk adu argumen, Effendi menyampaikan bahwa dirinya sama sekali tidak mempunyai masalah pribadi.
"Saya engga ada masalah pribadi dengan Bu Susi. Kalau saja presiden dengan hak prerogratifnya, kemudian memilih kembali Bu Susi menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, saya merasa dia adalah kandidat yang bagus, karena punya pengalaman," jelasnya.
Baca Juga: Tunjukan Aktivitas Vulkanik, Gunung Merapi Alami 46 Kali Guguran Gempa
Effendi menjelaskan dirinya bersedia mengklarifikasikan tentang kasus ekspor benur tersebut di podcast Deddy Corbuzier karena dirinya tidak ingin adanya keributan.
"Kenapa saya mau datang kesini (podcast Deddy Corbuzier) supaya begini, dari pada ribut-ribut terus antar para pendukung ya. Tapi yang saya mau katakan kaalau tidak mau dengan kata debat, kita pakai istilah diskusi, satu kali aja. Diskusi disini (podcast Deddy Corbuzier) deh," ungkapnya.
Selain itu, Effendi juga mengungkapkan, berdasarkan hasil riset pada tahun 2019 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi keuangan (PPATK) mengatakan bahwa pencucian uang dari ekspor benur yang dikatakan ilegal tersebut sebesar 900 miliar Rupiah untuk tahun 2019.
"PPATK itu mengatakan bahwa pencucian uang dari ekspor benur ilegal yang diendus KPK sebesar 900 miliar Rupiah untuk tahun 2019," ungkapnya.
Baca Juga: Khawatir Terjadi Klaster Baru di Jakarta, Ombudsman Desak Segera Adakan Perda Penanggulangan Covid
Menurut Effendi, dirinya menemukan di Vietnam bahwa setiap hari mereka membeli benih lobster sampai satu juta benur.
"Artinya selama Vietnam bisa terus menerus melakukan ekspor benur ke berbagai negara lain yang 80 persennya berasal dari Indonesia. Yang mau saya katakan adalah selama 2019 ketika peraturan resmi melarang ekspor benih lobster, vietnam itu tetap menerima," jelasnya lebih lanjut.
"Sehingga totalnya itu satu tahun di 2019 yang setiap harinya dikirim satu juta benur ke Vietnam, dengan catatan Vietnam mengklaim bahwa barang yang mereka beli adalah barang legal dari Singapura," lanjut Effendi.
Baca Juga: Polri Segera Usut Video Viral di Medsos, Azan Diganti Seruan Kalimat Jihad
Yang lebih menarik tentang kasus ini Vietnam membeli benur dari Singapura, sehingga Vietnam dapat mengelak bahwa barang yang dibelinya ilegal.
Effendi mengungkapkan rahasia dibalik ekspor benur yang ternyata suda ada sindikatnya sejak 2019 dan sindikat tersebut sudah besar.
"Begitu kuatnya sindikat ini sampai seakan-akan tidak ada yang bisa mengalahkan mereka," ucapnya.
***
