Tunjukan Aktivitas Vulkanik, Gunung Merapi Alami 46 Kali Guguran Gempa

- 1 Desember 2020, 22:08 WIB
Gunung Merapi diperkirakan akan mengalami erupsi yang bersifat efusif atau lelehan, setelah statusnya dinaikkan menjadi Level III atau siaga.
Gunung Merapi diperkirakan akan mengalami erupsi yang bersifat efusif atau lelehan, setelah statusnya dinaikkan menjadi Level III atau siaga. /Dok. BNPB Indonesia/


PR CIREBON – Gunung Merapi kembali menunjukkan rangkaian aktivitas vulkanik. Pihak Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyatakan, Gunung Merapi mengalami 46 kali gempa guguran selama periode pengamatan pada Senin, 30 November 2020 mulai pukul 00.00-24.00 WIB.

“Selain gempa guguran, pada periode pengamatan itu juga tercatat 307 kali gempa hybrid atau fase banyak, 50 kali gempa hembusan, satu kali gempa tektonik, dan 31 kali gempa vulkanik dangkal,” ujar Hanik Humaida selaku Kepala BPPTKG melalui keterangan resminya di Yogyakarta, Selasa, 1 Desember 2020, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari ANTARA.

Menurut pengamatan visual, tampak asap berwarna putih keluar dari Gunung Merapi dengan intensitas sedang hingga tebal dengan ketinggian 20 meter di atas puncak.

Baca Juga: Menteri Besar Selangor Malaysia Ikut Doakan Gubernur Anies Baswedan Segera Sembuh dari Covid-19

Dalam periode pengamatan itu, dilaporkan pula suara guguran satu kali dari Pos Pemantauan Gunung Merapi (PGM) Babadan dengan intensitas sedang.

Kemudian, laju deformasi Gunung Merapi diukur menggunakan electronic distance measurement (EDM) Babadan rata-rata 11 cm per hari (dalam tiga hari).

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) telah menaikkan status Gunung Merapi pada Level III atau Siaga. Untuk penambangan di alur sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi dalam kawasan rawan bencana (KRB) III direkomendasikan untuk dihentikan.

Baca Juga: Meski Kasus Covid-19 di Indonesia Dikabarkan Memburuk, Jokowi Optimis Bisa Kendalikan Covid-19

Pihak BPPTKG meminta pelaku wisata agar tidak melakukan kegiatan wisata di KRB III, termasuk kegiatan pendakian ke puncak Gunung Merapi.

Selanjutnya, Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah juga diminta mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan upaya mitigasi bencana akibat letusan Gunung Merapi yang bisa terjadi setiap saat.

Atas permintaan tersebut, Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta memperpanjang status tanggap darurat bencana erupsi Gunung Merapi maupun darurat bencana nonalam Covid-19 dari 1 Desember hingga 31 Desember 2020.

Baca Juga: Komisi VI DPR Sebut Persoalan Jiwasraya Harus Segera Diselesailan Melalui Skema Restrukturisasi

"Dalam penanganan darurat bencana tersebut Pemkab Sleman mengalokasikan anggaran melalui dana tak terduga. Sampai saat ini dana tak terduga masih mencukupi untuk penanganan darurat Covid-19 maupun Merapi," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Sleman Harda Kiswaya di Sleman, Selasa, 1 Desember 2020.

Harda Kiswaya berpendapat, setelah tanggap darurat bencana Covid-19 dan Merapi berakhir pada 30 November, Pemkab Sleman langsung memperpanjang masa tanggap darurat bencana hingga satu bulan ke depan.

"Saat ini pandemi Covid-19 belum berakhir dan status aktivitas vulkanis Gunung Merapi belum turun. Sehingga status darurat bencana diperpanjang," katanya.

Baca Juga: Berkurang Tiga Hari, Pemerintah Resmi Umumkan Hari Libur Natal Dan Tahun Baru 2021

Dirinya mengatakan, perpanjangan masa tanggap darurat bencana tersebut memperhatikan dua hal, yakni terkait bencana nonalam pendemi Covid-19 dan kedua terkait status Siaga Merapi.

"Ada dua pertimbangan bencana nonalam pandemi Covid-19 dan Merapi statusnya Siaga," katanya.

Ia menuturkan, penetapan status tanggap darurat bencana ini, membuat Pemkab bisa mengakses dana tidak terduga untuk penanganan.

"Dana masih banyak dan cukup hingga akhir tahun. Saat ini total dana tidak terduga yang dimiliki Pemkab Sleman mencapai Rp32 miliar, itu bisa digunakan untuk penanganan barak pengungsian Merapi," katanya.

Baca Juga: Benarkah Sembuh dari Covid-19 dapat Diartikan Bahwa Tubuh Sudah Kebal Virus?

Harda menyebutkan, saat ini pihaknya masih fokus untuk mempersiapkan barak-barak pengungsian di Kapanewon Cangkringan, sebab Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan (BPPTKG) baru memberikan rekomendasi bahaya di daerah Cangkringan.

"Namun persiapan untuk barak pengungsian di daerah barat yaitu di Kapanewon Turi dan Pakem juga dipersiapkan. Hal itu sebagai langlah antisipasi jika ancaman bahaya erupsi mengarah ke sisi barat Merapi," katanya.***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x