Riset Ungkap Kenapa Susi Pudjiastuti Tak Lagi Menjadi Menteri, Sebut ada Upaya Keras Anti Susi

- 26 November 2020, 13:13 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KKP) Edhy Prabowo (kiri) Baby Lobster (tengah) dan Mantan Meteri KKP Susi Pudjiastuti (kanan).*
Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KKP) Edhy Prabowo (kiri) Baby Lobster (tengah) dan Mantan Meteri KKP Susi Pudjiastuti (kanan).* /Arsip Pikiran Rakyat/Kolase Cirebon Raya

PR CIREBON - Ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kabinet barunya pada bulan Oktober 2019, banyak masyarakat yang terkejut karena tidak menemukan nama Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dalam daftar tersebut.

Susi, dikenal sebagai sosok yang disukai publik karena sikap tegasnya terhadap penangkapan ikan ilegal selama masa jabatanya di era pertama Jokowi.

Terlepas dari dukungan publik terhadap sosok Susi Pudjiastuti, Jokowi lebih memilih mantan anggota DPR Edhy Prabowo sebagai Menteri KKP.

Baca Juga: Reuni 212 Dilarang Karena Ciptakan Kerumunan Massa, Akademisi: Aturan Ditegakkan Tanpa Pandang Bulu

Edhy Prabowo disebut sebagai seseorang yang dekat dengan Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto, lawan Jokowi selama dua pemilihan presiden.

Pemilihan Edhy sebagai menteri dinilai sebagai langkah politik untuk menarik Prabowo masuk ke dalam koalisi pemerintah.

Akan tetapi sebuah penelitian mengungkapkan alasan lain terkait alih-alih Susi Pudjiastuti tetapi Edhy Prabowo yang tertulis namanya dalam kabinet.

Baca Juga: Meksiko Tangkap Dalang dari Pembantaian Wanita dan Anak-anak Mormon

Penelitian tersebut menganalisis berbagai sumber sekunder dari tahun 2018 hingga 2019, dan melakukan 30 wawancara dengan pejabat kementerian, kelompok nelayan, pelaku bisnis, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), politikus, dan Susi Pudjiastuti sendiri.

Walaupun kebijakan yang diambil oleh Susi telah terbukti berhasil menurunkan penangkapan ikan ilegal hingga 90 persen, gaya kepemimpinannya yang keras dianggap mengancam banyak pihak.

Hal itu akhirnya membuat mereka membentuk sebuah koalisi untuk melawan kebijakan Susi dan akhirnya membuatnya terguling dari kursi Menteri KKP.

Baca Juga: Kasus Suap Menteri Edhy, KPK Ingatkan Pejabat Tidak Memanfaatkan Jabatan Demi Kepentingan Pribadi

Hasil temuan tersebut menegaskan anggapan adanya sistem oligarki yang masih sangat mendominasi dalam ekonomi politik Indonesia.

Mereka yang berusaha mendobrak sistem yang mengakar ini, seperti Susi, diserang dan diasingkan.

Bangkitnya Koalisi Anti Susi

Koalisi yang melawan Susi terdiri dari perusahaan perikanan, baik itu di dalam atau di luar negeri, anggota dewan legislatif, akademisi, politisi senior, hingga asosiasi perikanan dan kelompok sipil.

Baca Juga: Nekat Lewati Kawat Berduri Setinggi 3000 Meter, Pesenam Korea Utara Menyeberang ke Selatan

Mereka menganggap Susi sebagai musuh bersama ketika Susi melarang kapal buatan asing pada tahun 2016, walaupun setiap dari mereka memiliki alasan dan niat yang berbeda untuk menentang Susi, dan tidak semuanya terafiliasi dengan sindikat mafia perikanan.

Dalam hasil evaluasi yang dilakukan selama 11 bulan oleh Satuan Tugas 115 bentukan Susi, yang bertugas untuk memberantas perikanan ilegal, menemukan bahwa mayoritas 1.132 kapal asing yang dipantau tidak banyak dimiliki oleh orang Indonesia.

Dengan demikian beroperasi di wilayah perairan Indonesia akan dinyatakan ilegal. Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari The Conversation.

Baca Juga: Manfaatkan Krisis untuk Kemajuan, Jokowi: Momentum Indonesia untuk Berbenah

Namun, dalam penerapan aturan yang diberlakukan oleh Susi, dia tidak pandang bulu.

Karena Susi menerapkan hukuman dan pencabutan izin operasi kepada seluruh perusahaan, baik yang secara ilegal memasuki perairan Indonesia maupun yang melakukan pelanggaran administrasi atau pajak yang bersifat ringan, dan itu membuat marah mereka.

Strategi yang digunakan oleh koalisi untuk melawan Susi berubah dari waktu ke waktu, hal itu didapat dari beberapa wawancara yang telah dilakukan di Jakarta.

Baca Juga: Ada Potensi Penetapan HRS Jadi Tersangka dalam Kerumunan Massa di Bogor, Begini Penjelasan Polisi

Pada awal masa jabatan Susi, mereka mencoba untuk bernegosiasi terkait kebijakan yang diterapkan, dan hasilnya gagal.

Mereka pun mencoba untuk menekan Jokowi agar mengganti Susi.

Ketika Jokowi menyatakan bahwa hal tersebut bukan langkah politik yang tepat, koalisi berganti fokus untuk memastikan Susi tidak akan diangkat di periode selanjutnya.

Baca Juga: Edhy Prabowo Ungkap Alasan Korupsinya, Tagar Kecelakaan Mendadak Trending Twitter

Dalam hal ini, anggota koalisi itu memilih strategi yang berbeda, termasuk 'menyuap' dan 'melakukan kampanye hitam', tetapi kedua strategi ini tidak berhasil.

Hingga akhirnya mereka fokus untuk melobi politikus senior dan anggota parlemen, untuk mengatur dan membiayai demonstrasi agar melawan Susi, serta menyerangnya melalui pers atau media sosial.

Kombinasi dari tiga strategi tersebut membuahkan hasil, dan mungkin berakhir pada putusan Jokowi untuk kembali mengangkat Susi Pudjiastuti sebagai Menteri KKP.

Baca Juga: Jelang Pilkada Serentak 2020, BNPB Sebut 17 Daerah Pilkada Masih Status Zona Merah Covid-19

Keberhasilan dari koalisi anti Susi terlihat ketika mereka dapat menyakinkan Jokowi untuk menunda larangan cantrang, sejenis penangkapan pukat, tanpa batas waktu tertentu.

Semula cantrang sudah dilarang melalui Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015, bersama dengan berbagai jenis jaring pukat lainnya karena dianggap merusak praktek penangkapan ikan.

Nelayan di seluruh Indonesia diberi waktu hingga 2018 untuk beralih ke metode penangkapan ikan alternatif yang lebih ramah lingkungan, walau menghasilkan tangkapan yang lebih sedikit.

Halaman:

Editor: Egi Septiadi

Sumber: theconversation.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x