Pasca Edhy Prabowo Ditetapkan Tersangka, Presiden Tunjuk Luhut Sebagai Menteri KKP Ad Interim

- 26 November 2020, 12:41 WIB
Menteri Luhut diangkat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) menggantikan Edhy Prabowo
Menteri Luhut diangkat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) menggantikan Edhy Prabowo /maritim.go.id



PR CIREBON – Tertangkap dan ditetapkannya sebagai tersangka Menteri KKP Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini kian ramai menjadi perbincangan publik. Pasalnya Menteri Edhy ditangkap KPK setelah kepulangannya dari Amerika Serikat di Bandara Soekarno-Hatta.

KPK menangkap Menteri Edhy karena kasus suap lobster ketika menjabat sebagai Menteri KKP. Kemudian, dini hari, KPK menggelar Konferensi Pers terkait kasus penerimaan suap benih lobster dan menetapkan Menteri Edhy sebagai tersangka.

Setelah konferensi pers dari KPK, sang Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan ad interim menggantikan Edhy Prabowo yang kini statusnya menjadi salah satu tersangka kasus suap izin ekspor benih lobster.

Baca Juga: Manfaatkan Krisis untuk Kemajuan, Jokowi: Momentum Indonesia untuk Berbenah

Upaya penunjukan Luhut sebagai Menteri KP ad interim tersebut berdasarkan surat yang diteken Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, Rabu, 25 November 2020.

"Menko telah menerima surat dari Mensesneg yang menyampaikan bahwa berkaitan dengan proses pemeriksaan oleh KPK terhadap Menteri KP, maka Presiden menunjuk Menko Maritim dan Investasi sebagai Menteri KP ad interim," kata Juru Bicara Menko Maritim dan Investasi Jodi Mahardi dalam keterangan di Jakarta, Kamis, 26 November 2020, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari ANTARA.

Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan) terhadap 17 orang termasuk Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo KPK Edhy Prabowo dan istrinya Iis Rosita Dewi terkait dugaan kasus korupsi penetapan calon eksportir benih lobster.

Baca Juga: Ada Potensi Penetapan HRS Jadi Tersangka dalam Kerumunan Massa di Bogor, Begini Penjelasan Polisi

Operasi Tangkap Tangan (OTT) itu dilakukan Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 00.30 WIB, saat rombongan kembali dari Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.
Selanjutnya, ke 17 orang tersebut ditangkap di beberapa lokasi pada Rabu dini hari, yakni di Jakarta, Depok, dan Bandara Soekarno-Hatta.

Kemudian, setelah menjalani pemeriksaan, pada Kamis dini hari KPK menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut, termasuk Edhy Prabowo sebagai salah satu penerima suap.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap dalam kasus perizinan tambak, usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

Baca Juga: Edhy Prabowo Ungkap Alasan Korupsinya, Tagar Kecelakaan Mendadak Trending Twitter

"Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait dengan tambak, usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu malam.

Kemudian, terkait hal tersebut, KPK selanjutnya menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Sebagai penerima, yakni Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri (SAF), Andreu Pribadi Misata (APM), pengurus PT ACK Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Amiril Mukminin (AM).

Sementara itu, sebagai pemberi, yaitu Direktur PT DPP Suharjito (SJT).

Baca Juga: Jelang Pilkada Serentak 2020, BNPB Sebut 17 Daerah Pilkada Masih Status Zona Merah Covid-19

Selanjutnya sebagai penerima, Edhy bersama lima orang lainnya disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan, pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x