Khawatir Potensi Konflik, IDE Center Minta Empat Hal Ini Diawasi Ketat saat Pilkada 2020

25 Oktober 2020, 22:17 WIB
Ilustrasi Pilkada Serentak 2020. /./Dok. Sekretariat Kabinet

PR CIREBON - Direktur Eksekutif Indonesia Democratic (IDE) Center C David Kaligis menyebutkan potensi konflik dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19 akan terjadi, sehingga pelaksanaannya harus diawasi secara ketat.

Menurutnya, ada dua sisi yang membuat pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19 ini menjadi dilematis. Di satu sisi kesehatan masyarakat menjadi prioritas utama pada pemilihan kali ini.

Akan tetapi, di sisi lain pilkada harus tetap dilaksanakan sebagai sarana sirkulasi elit politik di tingkat lokal dan juga untuk menghindari kekosongan hukum dan kevakuman kekuasaan di daerah yang dapat berujung pada persoalan ketatanegaraan yang pelik  menjadi sebuah keniscayaan politik.

Baca Juga: Gus Nur Jadi Tersangka Ujaran Kebencian, Kuasa Hukum: Banyak Pihak Bersedia Jadi Penjamin Bebasnya

Lanjutnya, ada beberapa hal yang harus serius diperhatikan berkaitan dengan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 yang tidak bisa dianggap remeh.

Pertama, kata David, rezim hukum pemilu dalam pelaksanaan pilkada tidak akan berjalan efektif kendati penyelarasan regulasi dengan aturan teknis yang mengatur protokol kesehatan dibuat untuk memastikan pilkada berjalan sesuai dengan protokol kesehatan.

“Hal ini dapat berujung pada konflik di tengah masyarakat di ujung tahapan pilkada dan derasnya arus gugatan,” kata David di Jakarta, Minggu 25 Oktober 2020 dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara News.

Baca Juga: PSBB Transisi Jakarta Masih Ada, Sistem Ganjil Genap Roda Empat Tetap Ditiadakan

Kedua, kata David, potensi terjadinya “electoral frauds”, yakni penyimpangan-penyimpangan pada proses pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19 hampir dipastikan terjadi baik secara kasuistik maupun sporadik, bahkan dapat berkembang menjadi massif.

Dia mencontohkan dalam pemungutan suara nanti 9 Desember 2020, masyarakat yang akan hadir ke TPS-TPS harus mematuhi protokol kesehatan disiplin 3M.

“Maka otomatis akan terjadi antrian panjang yang akan mengakibatkan mundurnya waktu dalam proses pemungutan suara di TPS-TPS yang bisa berdampak pada penyelenggara di tingkat bawah pun akan semakin terkuras dengan mundurnya waktu di TPS-TPS,” jelasnya.

Ketiga, ruang gerak yang terbatas bagi penyelenggara khususnya pengawas pemilu dalam proses pengawasan Pilkada dan lengahnya perhatian masyarakat karena Covid-19 dapat menjadi peluang oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menghalalkan segala cara.

Baca Juga: Likuifaksi Terpa Majalengka, Rumah Warga Lemahsugih Retak akibat Pergeseran Tanah

Seperti pengerahan aparatur negara, penggunaan fasilitas negara, politik uang, dan yang paling parah serta sudah terdeteksi adalah penggelembungan suara di proses rekapitulasi suara.

Keempat, tambahnya, sebagai elemen dasar dari instrumen pemilu, persoalan hak pilih masyarakat di Pilkada saat pandemi Covid-19 ini harus dijadikan perhatian bersama, baik penyelenggara pemilu, aparat penegak hukum, organisasi kemasyarakatan atau elemen-elemen sipil maupun masyarakat pemilih sendiri.

“Permasalahan administratif yang dapat berkembang ke arah tindak pidana pemilu, jika tidak ditangani atau dicegah sedini mungkin akan terakumulasi menjadi ‘amarah publik’ yang bergejolak keras,” ucap David.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News

Tags

Terkini

Terpopuler