ASPEK Indonesia Sebut UU Cipta Kerja Cocok Diberi Nama Undang-undang Keuntungan Berinvestasi

20 Oktober 2020, 16:40 WIB
Ilustrasi Omnibus Law UU Cipta Kerja: ASPEK Indonesia menyebutkan bahwa UU Cipta Kerja harusnya diberi nama Undang-undang Keuntungan Berinvestasi bukan Ciptaker. /PIXABAY

PR CIREBON - Sekretaris Jenderal Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia, Sabda Pranawa Djati, menilai Aksi penolakan omnibus law RUU Cipta Kerja dari masyarakat termasuk buruh, tidak ada kaitannya dengan keberlanjutan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.

Penolakan Omnibus Law ini adalah karena secara substansi, kebijakan Jokowi yang direncanakan melalu RUU Cipta Kerja akan sangat merugikan rakyat dan masa depan bangsa Indonesia.

Buruh hanya memperjuangkan hak-hak normatif yang selama ini sudah ada dalam UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003, agar tidak menjadi lebih buruk.

Baca Juga: Menduga Ada Permainan di Balik Pengesahan UU Ciptaker, dr Tirta: Klarifikasilah Lewat Draf yang Asli

"saya sampaikan juga bahwa dari gerakan buruh ini tidak pernah melakukan aksi-aksi anarkis jadi kami sangat menyayangkan ada kerusuhan dan tuduhan bahwa aksi aksi buruh ini ditunggangi bahkan di danai oleh seseorang tapi sesungguhnya kami tidak pernah melakukan itu dan juga tidak melakukan sikap sikap anarkis." ujar Sabda Prabawa Djati, Sekjend ASPEK Indonesia pada daring Senin 19 Oktober 2020. dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari video yang diunggah pada akun YouTube Chanel ASPEK Indonesia.

Kondisi hari ini sesungguhnya tidak lepas dari pengkondisian hari-hari kemarin, karena sejak awal rakyat itu sebenarnya sudah diajak untuk mendengar dan melihat fatamorgana Omnibus Law.

KetikaPresiden Jokowi mengusulkan Omnibus Law dengan narasi tujuan antara lain penyederhanaan ke dalam regulasi, penciptaan lapangan pekerjaan, dan menarik investasi.

Baca Juga: Banyak Massa di Luar Istana yang Ingin Bertemu Presiden, Jokowi Sibuk Persiapkan Piala Dunia U-20

"di sinilah dimulai apa yang tersurat tidak seirama dengan apa yang sesungguhnya tersirat." imbuh Sabda

Menurut Sabda dari sisi proses itu termasuk perencanaan, penyusunan, serta pembahasan pengesahan dan bahkan pengundangan nya itu yang dinarasikan ke publik hanya kulit luarnya saja melalui fremik-fremik media

Untuk mengusun RUU Omnibus Law itu lah yang kemudian di buat tim Satgas 378 omnibus Law, dan yang sebenarnya dari awal adalah satgas omnibus corporate karena isinya hanya kelompok pengusaha, Tidak melibatkan elemen rakyat yang lain apalagi buruh.

Baca Juga: Abi Rekso Ajak Kalangan Elite Politik untuk Berhenti Tebar Pesimisme dan Informasi yang Menyesatkan

Menurutnya Pembahasan penyusunannya dari awal oleh satgas 378 ini tertutup dan tidak transparan naskah RUU nya saja itu sempat menjadi hantu karena banyak beredar pada saat itu naskah naskah yang kemudian dibatas oleh pemerintah bahwa itu bukan naskah yang resmi kita baru dapat itu setelah resmi Pemerintah mengajukan kepada DPR.

"Pemerintah telah mengklaim bahwa telah dilakukan pembahasan dan sosialisasi sejak awal bersama stakeholder, ini juga framing ini fatamorgana." ujar Sabda

"saya dua kali hadir dalam undangan salah satunya di Polda metro Jaya agendanya itu sosialisasi tentang RUU Cipta kerja waktu itu masih CILAKA (Cipta Lapangan Kerja)." imbuhnya.

Baca Juga: KSP Luncukan Laporan Tahunan 'Bangkit untuk Indonesia Maju', Peringati Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf

"tidak ada satupun peserta yang mendapatkan naskah RUU nya padahal waktu itu sebagai sosialisasi, peserta hanya disuguhi PowerPoint presentasi dari pemerintah." ucap Sabda.

Kemudian setelah pemerintah resmi mengajukan ke DPR bru pada saat itu pemerintah membentuk tim teknis yang tadi oleh kementerian tenaga kerja yang untuk menampung masukan tapi tidak bisa memutuskan.

Ini yang kemudian membuat bung Andi Gani dan Iqbal keluar walk out dari tim teknis itu karena ternyata tim teknis tidak mampu punya kewenangan untuk memutuskan atau merundingkan pasal-pasal padahal pada saat yang sama juga RUU sudah masuk ke DPR.

Baca Juga: Refleksi Setahun Pemerintahan Jokowi-Amin, KSP Bantah Disebut Anti Kritik

"jadi percuma ketika kemudian tim teknis dibentuk, itu hanya basa-basi." ujarnya.

setelah masuk ke DPR baru masyarakat tahu draf aslinya dan kemudian di DPR juga kemudian prosesnya dikebut minim partisipasi publik dan klimaksnya adalah dipercepatnya pengesahan di rapat paripurna DPR rencana 8 Oktober menjadi 5 Oktober.

Sedangkan dari sisi subtansi sudah banyak yang menyampaikan kajian kritis dan penolakan berdasarkan RUU Cipta Kerja kerja yang resmi di DPR.

Baca Juga: Jubir Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Sebut Vaksinasi Bertujuan untuk Lindungi Masyarakat

"investasi tujuannya yaitu tunggal, yaitu mencari untung. Jadi apa yang di narasikan pemerintah sebagai kemudahan investasi sesungguhnya adalah kemudahan meraup keuntungan." ucap Sabda.

"Jadi ibaratnya hai kalian para pengusaha mau gampang cari untung ayo datang ke Indonesia, saya kasih kemudahan dan perlindungan agar kalian bisa dapet untung yang maksimal." imbuhnya.

Menurut Sekjend ASPEK Indonesia ini sebetulnya undang-undang ini cocoknya diberi nama Undang-undang keuntungan berinvestasi bukan Undang-undang Cipta kerja.

Baca Juga: Ini Langkah Pemkot Bogor Siapkan 25 Puskesmas, Dilakukan Menyambut Kedatangan Vaksin Covid-19

"Tapi mereka pasti nggak mau karena ini akan terlihat sekali bahwa pemerintah hanya berpihak pada segelintir orang atau perusahaan Oleh karena itu ini diberi nama UU Cipta Kerja." ujar Sabda.

Menurut Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, ketika menggunakan sistem PKWT dan outsourcing maka bisa saja perusahaan dengan mudah memutuskan kontrak jadi ke depan akan ada namanya PHK masal karena putus kontrak dari outsourcing, karena alasan PHK juga dapat dilakukan dengan alasan Lebih efisiensi yang dikutip oleh perusahaan mengalami kerugian atau sebagainya

"pasal 154 ayat 2 bahwa selain alasan yang disebut adalah undang-undang Cipta kerja tadi dimungkinkan untuk pengusaha melakukan berdasarkan alasan-alasan lainnya yang dapat ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan PKWT." ujar Sekjend Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia.

Baca Juga: UU Omnibus Law Tercipta Karena Banyaknya Peraturan di Indonesia, Berikut Penjelasan Sofyan Djalil

"Jadi konteksnya bahwa PHK itu akan sangat mudah dilakukan oleh pihak pengusaha." imbuhnya.

Jadi narasi pemerintah yang sepotong-sepotong bawa PHK sepihak tidak akan ada, namun pada kenyataannya akan tetap ada. Dan terlalu dini juga untuk Pemerintah mengejar bahwa ini disinformasi yang terjadi pada masyarakat.

Ini juga yang menjadi alasan mengapa RUU Cipta kerja ini disusun tertutup dan dikebut pembahasannya hingga pengesahannya rakyat sudah semakin banyak siuman dari fatamorgana yang di sodorkan Pemerintah sejak awal.***

Editor: Irma Nurfajri Aunulloh

Sumber: YouTube

Tags

Terkini

Terpopuler