Hukuman Koruptor Selalu Dapat Pengurangan, KPK: Pengajuan PK Seperti Strategi Baru Lolos Penjara

6 Oktober 2020, 21:04 WIB
ILUSTRASI KPK.* /Antara/Benardy Ferdiansyah/

PR CIREBON - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat ada 22 koruptor yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) melalui Mahkamah Agung (MA) dan semuanya selalu mendapat pengurangan hukuman.

Oleh karena itu, pimpinan KPK berencana menemui pihak Mahkamah Agung untuk membicarakan maraknya pengurangan hukuman yang didapat para terpidana korupsi.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menilai pengajuan PK tersebut menjadi strategi baru bagi para terpidana korupsi untuk mendapat pengurangan hukuman.

Ia mengatakan sangat menghormati segala keputusan yang dilakukan Mahkamah Agung menganai hasil PK tersebut. Tetapi, pimpinan KPK tetap ingin membicarakan hal ini dengan Mahkamah Agung.

Baca Juga: MUI: Pengesahan UU Cipta Kerja Omnibus Law Bukti Politik Indonesia Dikuasai Oligarki

"Kami tidak menilai sebagai tren, faktanya 22 (terpidana korupsi) kemudian dipotong semua (hukumannya) diturunkan semua. Oleh karena itu, kami kemudian mencermati bahwa ini seakan-akan menjadi strategi baru bagi para koruptor itu," kata Ghufron, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara News.

Menurutnya, koruptor saat ini lebih memilih mengajukan PK dibanding upaya hukum lainnya seperti banding dan kasasi.

"Para koruptor itu untuk kemudian menerima dan kemudian tidak berproses upaya hukum biasa, yaitu banding dan kasasi tetapi menunggu sampai 'inkracht', dilalui dulu beberapa bulan kemudian mengajukan PK," tutur Ghufron.

Baca Juga: Antisipasi Buruh Mogok Nasional, Simak 11 Isi Telegram Rahasia Kapolri untuk Keselamatan Masyarakat

Ia pun mencontohkan bahwa 12 dari 22 terpidana korupsi yang mendapat pengurangan hukuman di tingkat PK, perkaranya sudah 'inkracht' di tingkat pertama atau Pengadilan Negeri (PN).

Bahkan, sampai saat ini lembaganya, KPK, mencatat ada 50 terpidana korupsi yang sedang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

Hal itu berarti, PK dianggap sebagai pintu kepemurahan yang kemudian digunakan para terpidana korupsi dan dimanfaatkan untuk menurunkan sanksi pidana.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News

Tags

Terkini

Terpopuler