Berbahaya Gelar Pilkada saat Pandemi Meningkat, Pengamat: Bisa Timbulkan Tsunami Covid-19

20 September 2020, 09:30 WIB
Pilkada Serentak 2020 /Antara News

PR CIREBON - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang akan serentak diselenggarakan di seluruh Indonesia pada Desember nanti. Namun, karena proses pemilihan tersebut masih dalam masa pandemi Covid-19, maka pemerintah perlu tegas menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Hal itu mengingat wabah pandemi Covid-19 yang semakin meluas di berbagai daerah hingga saat ini, serta mencegah adanya klaster baru penularan Covid-19 pada saat Pilkada berlangsung.

Meskipun, beberapa pengamat politik menyarankan untuk menunda Pilkada di masa pandemi Covid-19.

Baca Juga: Tersindir PKS Bicara Penegakan Hukum Indonesia Jelek, Mahfud MD: Hanya Baca Judul, Tanpa Simak Isi

Untuk itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku pihak penyelenggara mengatakan bahwa Pilkada serentak tersebut akan tetap dilaksanakan, dengan ketentuan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari situs Antara, Haris Hijrah Wicaksana, selaku pengamat politik mengingatkan perlu adanya peninjauan kembali terkait Pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 mendatang tersebut.

Haris menyarankan, sebaiknya pemilihan kepala daerah tersebut ditunda hingga wabah pandemi Covid-19 di Indonesia berakhir.

“Baiknya, Pilkada itu diundur dan dilaksanakan setelah berakhir Pandemi Covid-19 karena beberapa negara juga diundur,” tuturnya, Sabtu 19 September 2020.

Baca Juga: Tak Mau Sendiri Kehilangan, IDI Bongkar Polri Punya Lebih Banyak Polisi Meninggal akibat Covid-19

Meskipun Pilkada 2020 di berbagai daerah di Indonesia sudah bergulir melaksanakan tahapan-tahapan sesuai dengan agenda Komisi Pemilihan Umum (KPU), namun hingga saat ini penyebaran Covid-19 masih terus meningkat.

Dosen yang mengajar di Stisip Setia Budhi rangkasbitung, Banten tersebut juga mengungkapkan bahwa penyebaran pandemi Covid-19 juga sudah terjadi di delapan daerah di Provinsi Banten yang dipetakan masuk daerah zona merah Covid-19.

Menurutnya, pelaksanaan Pilkada serentak yang akan digelar di 270 daerah tersebut, dikhawatirkan menjadi ancaman penyebaran virus yang sangat mematikan tersebut, terlebih lagi pemahaman masyarakat terhadap protokol kesehatan masih rendah.

Baca Juga: Ahok Bebas Teguran meski Sudah Bongkar Borok Pertamina, Pengamat: Tahu Titipan Siapa ya, Pak Erick?

Belum lama ini, tutur ia, semua pasangan calon kepala daerah di Banten yang akan bertarung pada Pilkada nanti telah melanggar protokol kesehatan pada saat melakukan pendaftaran di KPU setempat, termasuk Kabupaten Serang dan kota tangerang Selatan.

 Haris menuturkan, bahkan para pendukung calon kepala daerah tersebut berkumpul dan berkerumun, dan di anatarnya mereka tidak memakai masker. Kondisi itu diperparah dengan tidak adanya wastafel untuk mencuci tangan menggunakan sabun.

Apabila Pilkada itu tetap diselenggarakan, tambahnya, maka akan ada kampanye juga akan ada tempat-tempat berkumpul dan berkerumun. Sehingga akan berpotensi menambah kasus Covid-19. Sementara itu, partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak politiknya cukup rendah.

Baca Juga: Diam-diam Anies Baswedan Kunjungi Makam Pasien Covid-19 Pondok Ranggon di Malam Hari, Ada Apa ?

“Bila Pilkada digelar, maka diprediksikan Indonesia akan terkena gelombang tsunami pandemik baru setelah berakhirnya pesta demokrasi itu,” tutur Haris.

Menurut ia, sebetulnya Pilkada itu sekitar 90 persen dari keinginan kembali berkuasa dari para petahana, dan mereka sangat keberatan jika diundur pilkada hingga tahun 2021.

Jika Pilkada tersebut diundur, dipastikan petahana akan kehilangan jabatan, karena nantinya akan dijabat oleh pelaksana harian (plh), sehingga tidak bisa menggunakan kewenangannya lagi.

Selama ini, kebijakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersikap tegas dengan mengancam tidak akan melantik kepala daerah yang menang, tetapi mereka melanggar protokol kesehatan.

Kebijakan tersebut, kata ia, sebagai alternatif saja agar Pilkada tidak menularkan penyebaran pandemi Covid-19.

Baca Juga: Sejarah Bentuk Karakter Bangsa Majemuk dalam Diri, Kemendikbud Bantah Isu Penghapusan Mapel Sejarah

Akan tetapi, pada kenyataannya, kebijakan dari atas ke bawah itu masih sangat sulit diterapkan. Seperti berkampanye, deklarasi, hingga pada pendaftaran, masih banyak massa yang berkerumun dari masing-masing pendukung pasangan calon tersebut.

Maka dari itu, para stakeholder Pilkada, seperti Bawaslu, KPU, TNI, Polri, dan partai politik harus saling mengingatkan dan jangan sampai terjadi kerumunan massa selama tahapan Pilkada.

“Kami khawatir itu menjadikan senjata bagi calon kepala daerah yang kalah untuk dipersoalkan ke ranah hukum, sehingga mengganggu terhadap jalannya roda pemerintah daerah,” pungkas Haris.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News

Tags

Terkini

Terpopuler