Pengejaran 17 Tahun Berakhir Manis, Buronan Pembobol BNI Rp1,7 Trilliun Kena Ekstradisi dari Serbia

9 Juli 2020, 19:00 WIB
Buronan pembobol Bank BNI Maria Pauline Lumowa diekstradisi dari Serbia. (Dok Kemenkumham). /

PR CIREBON - Pengejaran Indonesia selama 17 tahun terhadap buronan pembobol BNI sebesar Rp1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa akhirnya berhasil terperangkap esktradisi dari Serbia.

Adapun berita menggembirakan tersebut disampaikan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly yang menyatakan telah selesai membawa pulang buronan Maria Pauline dai Pemerintah Serbia.

"Dengan gembira saya menyampaikan bahwa kami telah secara resmi menyelesaikan proses handing over atau penyerahan buronan atas nama Maria Pauline Lumowa dari Pemerintah Serbia," ungkap Yasonna dalam keterangan tertulis yang dikutip dari Antara News pada Rabu, 8 Juli 2020 malam.

Baca Juga: Bercerai akibat Prank Menjijikan, Johnny Depp Murka Ranjangnya Penuh dengan Kotoran Manusia

Lebih lanjut, Yasonna mengatakan keberhasilan proses ekstradisi tersebut tidak lepas dari diplomasi hukum dan hubungan baik kedua negara, Indonesia dan Serbia.

Bahkan, proses ekstradisi ini juga menjadi buah manis komitmen pemerintah dalam upaya penegakan hukum yang berjalan panjang.

Meskipun dalam proses pemulangan ini, Indonesia sempat mendapat 'gangguan', tetapi Pemerintah Serbia tegas pada komitmennya untuk mengekstradisi Maria Pauline Lumowa ke Indonesia.

Baca Juga: Tanggapi Keluhan Denny Siregar, Telkomsel: Bagi Kami, Perlindungan Data itu Prioritas Utama

"Indonesia dan Serbia memang belum saling terikat perjanjian ekstradisi, namun lewat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi Pemerintah Serbia dan mengingat hubungan sangat baik antara kedua negara, permintaan ekstradisi Maria Pauline Lumowa dikabulkan," ujar Yasonna.

Lebih detailnya, gangguan itu berasal dari upaya hukum Marie Paulina yang berniat melepaskan diri dari jerat ekstradisi dengan meminta pertolongan salah satu negara eropa, tetapi itu semua berhasil diatasi.

"Sempat ada upaya hukum dari Maria Paulina Lumowa untuk melepaskan diri dari proses ekstradisi, juga ada upaya dari salah satu negara Eropa untuk mencegah ekstradisi terwujud," sambung dia.

Baca Juga: Siswa SMP dan SMA Lebih Awal Kembali ke Sekolah, Mendikbud: Mereka Lebih Paham Protokol Kesehatan

Dalam kesempatan itu, Yasonna juga memberikan apresiasi kepada Duta Besar Indonesia untuk Serbia, M. Chandra W. Yudha yang dinilai telah bekerja keras untuk mengatur dan memuluskan proses ekstradisi.

Selain itu, Yasonna menilai keberhasilan ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa juga tidak lepas dari asas resiprositas (timbal balik). Pasalnya Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015 lalu.

Sedangkan, Maria Pauline Lumowa sendiri merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.

Baca Juga: Tiongkok Sebut Motif AS Ikut Pamerkan Kekuatan di Laut China Selatan, Diduga terkait Asia Tenggara

Dalam kasusnya yang terjadi pada Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp1,7 Triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Saat itu, aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.

Hingga pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.

Baca Juga: Bantah Serang Istri di Pesawat saat Mabuk, Johnny Depp: Itu Hal Paling Menjijikkan yang Dituduhkan

Akhirnya dugaan L/C fiktif ini dilaporkan ke Mabes Polri, tetapi ternyata Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.

Perempuan kelahiraN 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.

Bahkan, Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014 karena dengan pintanya, Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Lion Air Grup Kena Imbas Pandemi hingga Tega PHK 3.000 Karyawan ?

Sontak saja, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.

Titik balik pengejaran pun terjadi saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia pada 16 Juli 2019.

"Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham," tutur Yasonna

Baca Juga: Berniat Rampingkan Struktur, Menpan-RB Rencanakan Pangkas 24 Lembaga Negara dengan Kinerja Buruk

Dengan demikian, Delegasi Indonesia pimpinan Yasonna dijadwalkan tiba di Tanah Air pada Kamis 9 Juli 2020 pagi, sekaligus jadi tanda berakhirnya perjalanan persembunyian Maria Pauline Lumowa.

"Dengan selesainya proses ekstradisi ini, berarti berakhir pula perjalanan panjang 17 tahun upaya pengejaran terhadap buronan bernama Maria Pauline Lumowa." pungkas Yasonna.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News

Tags

Terkini

Terpopuler