Meningkat Kuat Selama Masa Pandemi, 33 Titik Laut Indonesia Jadi Tempat Praktik Destructive Fishing

25 Juni 2020, 08:58 WIB
KAPAL ikan Filipina yang ditangkap petugas KKP di Laut Sulawesi, perairan Republik Indonesia.* /Antara/

PR CIREBON - Masa pandemi yang sudah berlangsung beberapa bulan terakhir di Indonesia telah membuat kebiasaan menangkap ikan yang merusak lingkungan (destructive fishing) kembali meningkat. Terlebih, masa pandemi membuat pengawasan aparat terkait terhadap lautan kian berkurang.

Pembicaraan destructive fishing ini dilangsungkan Pusat Kebudayaan Amerika Serikat di Jakarta dalam seminar virtual (webinar) yang bermaksud menyoroti kegiatan destructive fishing yang harus ditekan kembali, meski dunia sedang fokus menanggulangi pandemi.

"Di saat dunia fokus menanggulangi pandemi, banyak negara melaporkan bertambahnya jumlah praktik penangkapan ikan ilegal di perairan mereka," kata perwakilan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Beney Lee, saat membuka sesi webinar tersebut

.Baca Juga: Massa Demo Membeludak, Jalan Gatot Subroto Ditutup, Berikut Alternatif Jalan Menghindari Kemacetan

Senada dengan Lee, penjelasan seorang peneliti kelautan dari World Resources Institute (WRI) Indonesia, Ines Yostina juga mengatakan hal yang mirip. Terlebih, WRI selama ini telah menjadi lembaga think-tank yang menyoroti berbagai isu lingkungan yang mencakup keanekaragaman hayati di lautan.

Dalam penjelasannya, Ines menuturkan kebijakan pembatasan sosial yang diterapkan pemerintah memengaruhi kegiatan pengawasan yang dapat mencegah praktik tangkap ikan, terutama di sejumlah titik perairan yang kerap ditargetkan pelaku destructive fishing.

Melansir dari Antara News, praktik tangkap ikan merusak mencakup seluruh kegiatan yang berdampak mematikan terhadap biota dan ekosistem laut, seperti dengan memakai racun, bom, dan alat peledak.

Baca Juga: Dituduh sebagai Mata-mata, India dan Pakistan Saling Usir Diplomat

"Sebelum Covid-19 ada banyak aktivitas di perairan yang memungkinkan adanya pengawasan di daerah pesisir serta perairan. Aktivitas tersebut saat ini terhenti karena adanya kebijakan pembatasan sosial dan jaga jarak, khususnya selama pandemi Covid-19," jelas Ines.

Lebih lanjut, Ines mengungkap dasar pernyataannya adalah adanya beberapa pengakuan sejumlah operator wisata di pesisir yang mengatakan praktik tangkap ikan merusak meningkat seiring dengan berkurangnya kegiatan warga di pinggir laut.

Sedangkan, lansiran dari situs Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melaporkan, sepanjang Januari sampai April 2020 telah menangkap 249 awak kapal asing dan lokal karena melakukan tangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia.

Baca Juga: Izin Resepsi Pernikahan Masih Dikaji, Wedding Organizer Gelisah dan Minta Kelonggaran

Bahkan, KKP juga merincikan asal negara dari ratusan kapal yang berkeliaran itu, meliputi 111 kapal nelayan dari Vietnam, 53 dari Filipina, 52 kapal Indonesia, 31 perahu nelayan Myanmar, satu kapal dari Malaysia, dan satu kapal Taiwan sejak awal 2020.

Kemudian baru-baru ini, KKP juga mengamankan dua kapal pencuri ikan masing-masing berbendera Malaysia dan Filipina di Selat Malaka dan Laut Sulawesi.

Dengan rujukan KKP itu, Ines melaporkan ada 31 titik perairan di Indonesia yang kerap disasar para pelaku "destructive fishing" dengan sebagian besar mengarah di daerah timur Indonesia, meliputi Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Halmahera Selatan, Maluku Utara, dan Sulawesi Tengah.

Baca Juga: Ontario Bakal Mengizinkan Karyawan yang Positif Covid-19 Bekerja Sesuai Pedoman 'Isolasi Diri Kerja'

"Sebagian besar wilayah itu berada di daerah (Indonesia) timur," jelas Ines mengakhiri pernyataan.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News

Tags

Terkini

Terpopuler