AS dan Tiongkok Perang Dingin, Isu Kebebasan Beragama Jadi Topik yang Menyeret GP Ansor PBNU

- 30 Oktober 2020, 15:42 WIB
ILUSTRASI bendera Tiongkok-Amerika Serikat.*
ILUSTRASI bendera Tiongkok-Amerika Serikat.* /Pixabay//PIXABAY

PR CIREBON - Perang dingin antara Amerika Serikat dan Tiongkok mulai terendus. Terlihat dari adanya saling balas pernyataan terkait isu kebebasan beragama dihadapan GP Ansor PBNU.

Pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Michael Richard Pompeo yang menyebut Partai Komunis Tiongkok merupakan ancaman bagi kebebasan umat beragama, mendapat respon dari pemerintah Tiongkok.

Pemerintah Tiongkok menyampaikan klarifikasi terhadap pernyataan tersebut. Menurutnya, konstitusi Tiongkok telah memberikan kebebasan beragama dan melindunginya hak-hak minoritas di negaranya.

Baca Juga: Pengamat BUMN Sebut Vaksin Covid-19 Beri Dampak Positif Bagi Ekonomi Khususnya Proyek Padat Karya

"Konstitusi Tiongkok  melindungi kebebasan beragama segenap warganya, juga hak-hak sah dari semua etnik minoritas. Hak asasi rakyat semua etnik di Xinjiang sepenuhnya terjamin," kata Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia Xiao Qian, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI pada Kamis, 29 Oktober 2020.

Sebelumnya, Menlu AS, Pompeo, mengadakan pertemuan dengan Gerakan Pemuda (GP) Ansor di Jakarta. GP Ansor merupakan badan otonom yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Muslim terbesar di Indonesia.

Dalam pertemuan itu, Pompeo menyebut tidak ada alasan apa pun yang dapat membenarkan perbuatan Pemerintah Tiongkok di Xinjiang.

Baca Juga: Liburan Panjang Hari Ketiga, Polisi Sebut Jalur Puncak Bogor akan Kembali Normal Hari Ini

"Tidak ada pembenaran atas pengurangan kemiskinan dengan memaksa sterilisasi atau mengambil anak-anak dari orang tua mereka untuk diajar kembali di sekolah asrama yang dijalankan oleh negara," kata Pompeo di hadapan anggota GP Ansor. Pernyataan Pompeo itu merujuk pada kamp-kamp pelatihan yang dibuat oleh Pemerintah Tiongkok untuk masyarakat etnis Uighur.

"Ancaman terbesar bagi masa depan kebebasan beragama adalah perang Partai Komunis Tiongkok terhadap orang-orang dari umat mana pun, Muslim, Buddha, Kristen, juga praktisi Falun Gong,"ujar Pompeo.  

Usai pertemuan antara Pompeo dan GP Ansor, Dubes Tiongkok Xiao Qian langsung memberikan pernyataan bahwa Tiongkok merupakan sahabat tulus bagi dunia Muslim.

Baca Juga: Banyak Insiden Siswa Bunuh Diri, KPAI Minta Kemendikbud Evaluasi Pembelajaran Jarak Jauh

Xiao Qian menerangkan bahwa Pemerintah Tiongkok akan senantiasa mendukung perjuangan Palestina dalam mencari keadilan.

"Kami, senantiasa teguh mendukung perjuangan adil rakyat Palestina," kata kepala perwakilan Tiongkok di Indonesia.

Xiao Qian malah menuding balik justru pemerintah AS lah yang tidak menghargai kebebasan beragama. Dia menyebut sejumlah fakta yang membuktikan pernyataannya.

Baca Juga: Terkait Vaksin Covid-19, Wakil Ketua MPR Sebut Pemerintah Harus Gencar Sosialisasikan Urgensinya

"Sebaliknya, Pemerintah AS justru menerbitkan Muslim Ban (larangan bagi Muslim untuk masuk AS), mengabaikan hak dan kepentingan legal Palestina dalam konflik dengan Israel, membangkitkan revolusi berwarna di sejumlah negara Muslim, meluncurkan perang proksi, dan bahkan melakukan serangan langsung terhadap negara lain," ujar Dubes Xiao.

Dubes Xiao juga menerangkan bahwa kebijakan luar negeri AS justru jadi penyebab ketidakstabilan, konflik, perpecahan, dan "penderitaan berkepanjangan bagi dunia Muslim".

Mengenai isu di Xinjiang, seorang pengurus Nahdlatul Ulama mengatakan banyak informasi mengenai keadaan masyarakat Muslim Uighur bias karena terjebak oleh konflik AS dan China. Menurut dia, seluruh pihak, salah satunya masyarakat Muslim di Indonesia, membutuhkan akses informasi yang independen dan bebas dari konflik kepentingan.

Baca Juga: Terkait Vaksin Covid-19, Wakil Ketua MPR Sebut Pemerintah Harus Gencar Sosialisasikan Urgensinya

"Yang kita butuhkan sekarang adalah akses terhadap informasi yang faktual, dan kami menuntut semua pihak, Amerika maupun Tiongkok, untuk jujur dalam hal ini," kata Katib 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf.

Yahya menekankan NU tidak akan diam jika ada bukti pelanggaran HAM terhadap masyarakat Muslim Uighur di Xinjiang. Yahya mewaspadai agar masyarakat muslim di Indonesia tetap objektif dan tidak terpengaruh atau menjadi korban atas kemelut konflik antara AS dan Tiongkok.***

Editor: Irma Nurfajri Aunulloh

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah