Pompeo Sebut Tiongkok Ancaman Umat Beragama, PBNU Ingatkan Indonesia Berhati-hati Ambil Sikap

- 29 Oktober 2020, 21:52 WIB
Mike Pompeo Saat Pidato di Hadapan GP Anshor NU
Mike Pompeo Saat Pidato di Hadapan GP Anshor NU /Antara

PR CIREBON - Dalam pertemuan dengan Gerakan Pemuda Ansor, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo, menyebut Tiongkok adalah ancaman umat beragama. Pernyataan itu disebut lantaran sikap Tiongkok pada Muslim Uighur di Xinjiang.

"Ancaman terbesar bagi masa depan kebebasan beragama adalah perang Partai Komunis China terhadap orang-orang dari umat manapun, Muslim, Buddha, Kristen, juga praktisi Falun Gong," kata Pompeo, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara pada Kamis, 29 Oktober 2020.

Pernyataan Pompeo kali ini bukan yang pertama, mengingat isu Muslim Uighur di Xinjiang menjadi salah satu poin dalam konflik kedua negara, yang belakangan memanas dengan sejumlah isu lain.

Baca Juga: Kritik Rakyat Dibungkam Penguasa, Refly Harun: Tumpah Darah Mahasiswa di Era Reformasi

Sebelumnya, AS sering melancarkan tuduhan-tuduhan tentang isu SARA yang dilakukan negeri Tiongkok, termasuk isu kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Xinjiang terhadap muslim Uighur.

Menanggapi tuduhan-tuduhan yang dilancarkan itu, Tiongkok menyatakan AS tidak berhak turut campur dalam urusan internal negara.

Terkait isu muslim Uighur di Xinjiang sendiri, Tiongkok selalu berkilah bahwa kamp yang dibangun di Xinjiang bukan merupakan kamp penahanan namun kamp pelatihan untuk mencegah terorisme dan pengentasan kemiskinan.

Baca Juga: Tanggapi Pernyataan Megawati Tentang Milenial, Komika: Mungkin Bu Mega Lupa Prestasi Milenial

Namun, Pompeo menegaskan bahwa alasan yang dikemukakan Tiongkok tersebut tetap tak bisa dibenarkan.

"Namun Anda dan kita semua tahu bahwa tidak ada pembenaran atas pemberantasan terorisme dengan membuat Muslim Uighur memakan daging babi pada bulan Ramadhan, atau menghancurkan sebuah pemakaman Muslim," tutur Pompeo.

"Tidak ada pembenaran atas pengurangan kemiskinan dengan memaksa sterilisasi atau mengambil anak-anak dari orang tua mereka untuk diajar kembali di sekolah asrama yang dijalankan oleh negara," kata Pompeo.

Baca Juga: Amerika Serikat Tak Hiraukan Sanksi Tiongkok Atas Senjata Taiwan

Menanggapi bahasan Pompeo tersebut, Yahya Cholil Staquf, yang menjabat sebagai Katib 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), mengatakan bahwa informasi mengenai isu Muslim di Xinjiang saat ini menjadi kabur, karena terdapat bias di tengah konflik China-AS.

Yahya mengaskan bahwa saat ini yang dibutuhkan Indonesia bukanlah memihak atau membenarkan salah satu pihak. Melainkan akses informasi yang faktual agar Indonesia dapat mengambil pandangan yang sesuai dengan kenyataan.

Oleh karena itu, Yahya menuntut semua pihak baik Amerika maupun Tiongkok untuk jujur dan objektif dalam memberikan informasi.

Baca Juga: Megawati Dikabarkan Segera Pensiun Sebagai Ketum PDIP, Puan Atau Prananda Penggantinya?

"Yang kita butuhkan sekarang adalah akses terhadap informasi yang faktual, dan kami menuntut semua pihak, Amerika maupun China, untuk jujur dalam hal ini," ujar Yahya.

Yahya juga menerangkan bahwa saat ini Indonesia harus lebih berhati hati dalam mengambil sikap. Karena keadaan saat ini sangat rentan dengan kepentingan kedua pihak yang sedang berkonflik.

"Keadaannya saat ini jika mengecam China maka dianggap antek Amerika, juga sebaliknya," ujar Yahya.

Baca Juga: Milenial Dituding Tak Miliki Sumbangsih, Merdani Ali Sera: Tak Tepat, Mereka Justru Aset Negeri

Yahya menyatakan bahwa sikap NU atas isu Muslim Uighur pun masih belum final dan organisasi itu masih mendalami kebenarannya dengan menunggu mendapatkan informasi yang tepat agar tidak masuk ke dalam situasi bias tersebut.

"Tetapi jelas, jika memang benar terjadi pelanggaran hak asasi (Muslim Uighur di Xinjiang, red), kami tidak akan tinggal diam sebagaimana selama ini kami tidak tinggal diam terhadap nasib rakyat Palestina," katanya. ***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x