Tanpa Kewarganegaraan hingga Mengungsi, Rohingya Masih Mencari Harapan Usai Kabur dari Myanmar

- 6 Juli 2020, 09:53 WIB
FOTO ilustrasi pembantaian etnis Rohingnya.*/REUTERS
FOTO ilustrasi pembantaian etnis Rohingnya.*/REUTERS /

Baca Juga: Deklarasikan Diri Menjadi Presiden AS, Kanye West Diprediksi akan Hadapi Hambatan dalam Kampanye

PBB mengutuk operasi itu sebagai 'contoh buku teks tentang pembersihan etnis' dan Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia pada waktu itu mengecam tanggapan itu sebagai 'jelas tidak proporsional' dan 'tanpa memperhatikan prinsip-prinsip dasar hukum internasional'

Sementara itu, misi pencarian fakta PBB tentang Myanmar, mengungkapkan terdapat sekitar 600.000 Rohingya masih di dalam Myanmar 'hidup di bawah ancaman genosida'.

Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, dituduh gagal melindungi Rohingya. Peraih Hadiah Nobel Perdamaian, yang pernah disebut-sebut sebagai perwujudan demokrasi, telah dikritik karena meninggalkan orang-orang yang tertindas. 

Baca Juga: Berniat Calonkan Diri Jadi Presiden AS, Trump: Saya Harap Bisa Bersaing Melawan Kanye West

Dalam op-ed  Januari untuk Financial Times, Suu Kyi membela pemerintahannya. Dia mencatat bahwa komisi independen PBB mewawancarai hampir 1.500 saksi, tetapi dia mengklaim laporan itu mengatakan bahwa “beberapa pengungsi mungkin telah memberikan informasi yang tidak akurat atau berlebihan.”

Sementara mengakui bahwa “laporan itu merinci pembunuhan warga sipil, penggunaan kekuatan yang tidak proporsional, penjarahan properti, dan penghancuran rumah-rumah Muslim yang ditinggalkan,” ia berpendapat bahwa komisi itu “tidak menemukan bukti genosida.”

Robertson dari Human Rights Watch sangat mengkritik ikon mantan demokrasi.

"Dia telah bergerak lebih dari sekedar menjadi pengamat - atau seseorang yang tidak terlibat - untuk menjadi bagian dari penyamaran," katanya.

Baca Juga: Ngamuk dan Membabi Buta, Israel Serang Jalur Gaza Secara Brutal Setelah Diteror Roket Misterius

Saat ini ada lebih dari 465.000 anak-anak pengungsi Rohingya di Bangladesh.

Halaman:

Editor: Nur Annisa

Sumber: CNBC


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x