PR CIREBON - Amerika Serikat (AS) saat ini sedang diramaikan dengan aksi protes nasional karena kematian seorang pria berkulit hitam George Floyd di tangan seorang polisi berkulit putih di Minneapolis.
Kematian Floyd dianggap sebagai bentuk rasisme dan mengundang amarah publik. Tak hanya di Amerika Serikat, sluruh penjuru dunia pun ikut menyayangkan aksi rasisme yang masih terjadi di masa ini.
Pada Kamis, 4 Juni 2020, laporan hasil autopsi George Floyd akhirnya dirilis oleh Hannepin County Medical Examiner. Laporan tersebut menyatakan bahwa Floyd dinyatakan terinfeksi virus corona jenis baru yang menyebabkan Covid-19 sejak April.
Baca Juga: Walau Tidak Menular, Dokter Spesialis Gizi Sarankan 3 Cara Pemeriksaan Penyakit Berikut
Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari NBCNews, kepala pemeriksa medis Hannepin, Andrew M Baker mengatakan, Floyd pertama kali dites positif virus corona pada 3 April, dua bulan sebelum kematiannya di minggu lalu.
Tak hanya itu, departemen Kesehatan Minnesota mengatakan kemungkinan besar itu adalah hasil positif yang bertahan lama dari infeksi sebelumnya. Tidak ada bukti bahwa virus corona dalam tubuh Floyd berperan besar atas meninggalnya minggu lalu.
Pemeriksa medis juga mengatakan ada kondisi 'signifikan' lain yang mendasari kematian Floyd. Termasuk penyakit jantung, hipertensi, keracunan fentanyl, dan penggunaan metamfetamin baru-baru ini.
Baca Juga: Cek Fakta: Beredar Luas Pemberitahuan BNI Hubungi Nasabah untuk Pendaftaran Layanan SMS Notifikasi
Laporan autopsi itu juga mencatat bahwa paru-paru Floyd tampak sehat tetapi terdapat penyempitan pembuluh darah di jantung.