Suhu Panas di Perkotaan Meningkat, Ini Kata Para Peneliti

- 22 Oktober 2021, 14:20 WIB
Ilustrasi. Meningkatnya suhu panas di perkotaan terjadi karena urbanisasi, namun peneliti tak punya jelas karena data cuaca tak dapat diandalkan.
Ilustrasi. Meningkatnya suhu panas di perkotaan terjadi karena urbanisasi, namun peneliti tak punya jelas karena data cuaca tak dapat diandalkan. /Pixabay/Gerd Altmann

PR CIREBON - Para peneliti mengungkapkan bahwa mereka tidak memiliki gambaran lengkap mengenai dampak panas karena beberapa bagian dunia yang berkembang pesat tidak memiliki data stasiun cuaca yang dapat diandalkan, dan model iklim yang digunakan untuk memperkirakan suhu cenderung menutupi titik panas perkotaan.

Dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari laman NBC News, analisis mengungkapkan bahwa banyak orang yang berbondong-bondong ke kota-kota di daerah urbanisasi yang cepat seperti Asia selatan dan Afrika sub-Sahara datang ke tempat-tempat yang semakin rentan terhadap kenaikan suhu dan kelembaban tinggi.

“Pertumbuhan populasi pada dasarnya bukanlah masalah, apalagi urbanisasi. Yang menjadi masalah jika semua itu dilakukan tanpa perencanaan,” kata Cascade Tuholske, seorang ilmuwan penelitian pascadoktoral di Pusat Jaringan Informasi Ilmu Bumi Internasional Universitas Columbia dan penulis utama makalah PNAS.

Baca Juga: Ratu Elizabeth Kesal dengan Pemimpin Dunia Soal Perubahan Iklim: Banyak Bicara, Tanpa Tindakan!

The Lancet Countdown, penilaian tahunan risiko kesehatan dari iklim, menemukan bahwa anak-anak dan orang berusia 65 tahun ke atas telah melihat peningkatan yang stabil dalam paparan gelombang panas selama dekade terakhir.

Selama 30 tahun terakhir, negara-negara dengan tingkat pembangunan rendah dan menengah telah mengalami peningkatan terbesar dalam kerentanan terhadap panas, yang diperburuk karena banyak dari banyaknya penggunaan AC, pendingin, dan kurangnya ruang hijau di perkotaan.

Laporan itu juga mengatakan perubahan iklim meningkatkan kondisi yang cocok untuk patogen penyakit menular, membalikkan kemajuan global dalam menyediakan keamanan pangan dan air dan meningkatkan paparan terhadap kebakaran hutan.

Baca Juga: Ekonomi Negara Terancam Hilang, Vanuatu Serukan PBB Beri Solusi Konkrit Soal Perubahan Iklim

Panas dapat membahayakan atau membunuh dalam berbagai cara. Organ tubuh bisa menjadi terlalu panas dan berbahaya jika kehilangan kemampuan untuk mengatur suhu, yang berisiko kematian.

Panas juga dapat memperburuk gejala dari penyakit yang mendasari seperti penyakit jantung, diabetes, atau masalah ginjal.

Dalam studi risiko panas di kota-kota di dunia, peneliti menggunakan ukuran yang disebut suhu bola bola basah untuk menilai faktor-faktor ini.

Baca Juga: Paus Fransiskus Akan Hadiri Konferensi Perubahan Iklim PBB di Glasgow

Suhu bola bola basah sering digunakan untuk menentukan bagaimana panas mempengaruhi orang selama aktivitas berat seperti latihan militer, olahraga, atau pekerjaan di luar ruangan.

Ketika ukuran suhu bola bola basah mencapai 86 derajat Fahrenheit (30 derajat Celsius), kondisinya tidak sehat bagi banyak orang dan kematian meningkat di antara mereka yang rentan terhadap panas, kata surat kabar PNAS.

Kondisi itu bisa terasa kira-kira setara dengan indeks panas sekitar 107 derajat, kata Tuholske.

Baca Juga: Ulah Manusia Picu Perubahan Iklim yang Berdampak Mengerikan pada Ekosistem Kritis

Para peneliti menganggap sebagian daerah telah meremehan dampak dari panas perkotaan, hal ini karena masih banyak daerah yang melakukan pengamatan pada stasiun cuaca yang kurang memadai.

Model iklim yang sering digunakan dalam jenis analisis ini cenderung meminimalkan ekstrem dan tidak dirancang untuk mengevaluasi perbedaan panas skala kecil yang penting di seluruh kota.

Para ilmuwan memperkirakan gelombang panas yang lebih sering dan intens karena manusia terus membakar bahan bakar fosil hal itu membuat suhu panas semakin meningkat.***

Editor: Akhmad Jauhari

Sumber: NBC News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x