Peneliti Sebut Covid-19 Sebabkan Meningkatnya Belanja Online Anak Muda

- 22 Oktober 2021, 11:00 WIB
Ilustrasi belanja online anak muda. Peneliti menyebut pandemi menyebabkan meningkatnya belanja online di kalangan anak muda, simak selengkapnya.
Ilustrasi belanja online anak muda. Peneliti menyebut pandemi menyebabkan meningkatnya belanja online di kalangan anak muda, simak selengkapnya. /Pixabay/justynafaliszek

PR CIREBON - Pandemi Covid-19 yang saat ini masih melanda telah berhasil mempercepat pertumbuhan bisnis pada platform digital. Hal ini bagaikan pisau bermata dua yang memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi, tapi juga menyebabkan peningkatan yang signifikan pada kecanduan belanja online.

Kebanyakan individu berbelanja hanya untuk mendapat status sosial dari apa yang mereka beli seperti tas, baju, atau sepatu yang memiliki harga mahal.

Dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari akun Instagram @conversationidn pada 21 Oktober 2021, Indonesia merupakan pasar yang besar untuk dunia daring sehingga menyebabkan kecanduan belanja online yang dapat dialami banyak orang.

Baca Juga: Peningkatan Cyberbullying Terjadi di Kalangan Anak Muda, Psikolog Ungkap Alasan Remaja Lakukan Hal ini!

Riset ini diungkap Navaz Naghavi dan Saeed Pahlevansharif dari Taylor's University, Hassam Waheed dari University of Derby, dan Kelly-Ann Allen dari Monash University.

Perusahaan konsultan global Bain & Company memperkirakan bahwa populasi konsumen digital Indonesia akan tumbuh sekira 15%, dari 144 juta pada tahun 2020 menjadi 165 juta pada tahun 2021.

Pembelian kompulsif ini rata-rata dilakukan oleh kalangan anak muda, hal ini semata-mata meraka lakukan karena dorongan ingin memiliki bukan, berdasarkan akan kebutuhan.

Baca Juga: Tips Belanja Online Agar Hemat dan Untung, Salah Satunya Cari Barang Bekas

Para ahli mengatakan total tabungan yang dimiliki harusnya berjumlah 20% dari total penghasilan, namun orang Indonesia cenderung menghemat sedikit uang pendapatan mereka. Secara rentan Indonesia hanya menabung 8,5% dari total pendapatan mereka.

Kondisi yang sama juga terjadi pada rumah tangga yang berpenghasilan tinggi, mereka cenderung menabung hanya sekira 12,6% dari total penghasilan. Angka ini lebih rendah dari pendapat yang dikemukan para ahli.

Menabung dilakukan untuk memberikan perlindungan finansial yang memadai jika suatu saat terjadi kondisi darurat.

Remaja yang memiliki tujuan utama menampakkan penampilan paling bergengsi mereka dan berstatus sosial tinggi dikhawatirkan akan memiliki pengeluaran yang berlebihan tanpa mempertimbangkan masa depan nanti.

Baca Juga: Jadi Alternatif Masyarakat, Bagimana Tingkat Keamanan Belanja Online di Tengah Pandemi?

Dalam terjadinya hal ini, media sosial mengambil peran dalam memberikan jalan kepada generasi muda untuk mengikuti kehidupan selebritas dan tokoh terkenal di berbagai bidang.

Kesempatan ini mereka gunakan untuk mengevaluasi diri, mengeksplorasi, mengapresiasi, hingga meningkatkan identitas mereka dengan perbandingan diri dari orang lain.

Akibatnya kaum muda menjadi korban dari harapan yang tidak realistis. Hal ini juga dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan diri di kalangan anak muda lantaran status sosial dan kemampuan keuangan mereka yang tak mampu mengikuti tren saat ini.

Baca Juga: Lebih Mudah dari Suntikan, Peneliti AS Berupaya Buat Vaksin mRNA dalam Bentuk Tanaman yang Dapat Dimakan

Penggunaan yang berlebihan terhadap media sosial juga dapat menyebabkan masalah baru di kalangan remaja yaitu seperti kebingungan identitas.

Literatur psiologis melabeli ini sebagai identitas terfragmentasi, anak muda cenderung sulit membedakan antara yang ideal dengan yang nyata.

Di antaranya adalah perilaku belanja kompulsif yang sering mereka lakukan nyatanya tidak sesuai dengan pendapatan yang dimiliki.

Baca Juga: Lacak Asal-usul Covid-19, Peneliti Kamboja Pelajari Kelelawar

Kaum muda yang terfragmetasi juga lahir akibat banyaknya arus iklan belanja online yang saat ini mudah dipasang dalam platform manapun. Gabungan dari kedua masalah tersebut mengarahkan pada gangguan pembelian kompulsif.

Dalam tahap ‘pembentukan identitas’ dalam hidup mereka, anak muda berusaha untuk mengesankan teman-teman sebayanya dengan meningkatkan konsumsi barang-barang material.

Dua hal di atas penting untuk menciptakan generasi muda yang melek finansial. Dengan demikian, perilaku pembelian kompulsif–yang menjadi kebiasaan baru ini–dapat dihindari.***

Editor: Akhmad Jauhari

Sumber: Instagram @conversationidn


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x