Pemerintah di seluruh dunia mengalihkan sumber daya ke arah pandemi, seringkali dengan mengorbankan upaya anti-perdagangan manusia," jelasnya.
"Pada saat yang sama, pelaku perdagangan manusia dengan cepat beradaptasi untuk memanfaatkan kerentanan yang terpapar dan diperburuk oleh pandemi," tambah laporan itu.
Baca Juga: Trump Organization dan Kepala Keuangannya Didakwa Hukuman Pidana, Jaksa Tuduhkan Hal Ini
Kari Johnstone, penjabat direktur Office to Monitor and Combat Trafficking in Persons, mengatakan pertemuan faktor-faktor ini menghasilkan lingkungan yang ideal bagi perdagangan manusia untuk berkembang.
Misalnya, laporan itu mengatakan, gadis-gadis muda dari daerah miskin dan pedesaan di India dan Nepal sering kali diharapkan meninggalkan sekolah untuk membantu mendukung keluarga mereka selama kesulitan ekonomi.
"Beberapa dipaksa menikah dengan imbalan uang, sementara yang lain dipaksa bekerja untuk menambah penghasilan yang hilang," ujarnya.
Di beberapa negara, termasuk AS, tuan tanah memaksa penyewa mereka yang biasanya wanita untuk berhubungan seks apabila mereka tidak dapat membayar sewa.
Laporan tersebut memeringkat negara-negara di seluruh dunia berdasarkan kepatuhan mereka terhadap Undang-Undang Perlindungan Korban Perdagangan (TVPA) tahun 2000.
Enam negara diturunkan dari Tingkat 1 atau peringkat tertinggi ke Tingkat 2, yakni Siprus, Israel, Selandia Baru, Norwegia, Portugal, dan Swiss.