Siapakah Ebrahim Raisi, Presiden Iran yang Baru, Disebut Mirip dengan Ahmadinejad

- 20 Juni 2021, 11:30 WIB
Presiden Terpilih Iran, Ebrahim Raisi, dianggap mirip Ahmadinejad.
Presiden Terpilih Iran, Ebrahim Raisi, dianggap mirip Ahmadinejad. /Sumber: Reuters / WANA / Majid Asgaripour/

PR CIREBON - Kepala Kehakiman Ebrahim Raisi telah terpilih sebagai presiden Iran berikutnya pada saat yang kritis bagi negara tersebut.

Siapakah Ebrahim Raisi dan seperti apa profil dan ambisinya hingga disebut mirip dengan Ahmadinejad?

Raisi yang berusia 60 tahun, mendapat dukungan luas dari kubu revolusioner konservatif dan garis keras dan basisnya untuk menjadi Presiden Iran yang baru.

Baca Juga: Waspadai Sampel Virus Corona Baru Ditemukan di Sungai di India, Para Ahli Mulai Khawatir

Akan tetapi Ia tetap menjadi hakim agung sampai dia mengambil alih dari Presiden Hassan Rouhani yang moderat pada awal Agustus karena dia tidak mengundurkan diri dari jabatannya untuk mencalonkan diri sebagai Presiden.

Raisi disebut sebagai calon penerus Khamenei yang berusia 82 tahun ketika dia meninggal.

Dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari Al Jazeera, inilah profil Ebrahim Raisi sebagai Presiden Iran yang baru beserta ambisinya.

Baca Juga: Hasil Penelitian Ungkap Covid-19 Dapat Mengaktifkan TB dan Infeksi Bakteri Aktif Lainnya

Raisi lahir di Mashhad di timur laut Iran, sebuah kota besar dan pusat keagamaan bagi Muslim Syiah karena merumahkan tempat suci Imam Reza, imam kedelapan.

Tumbuh dalam keluarga ulama, Raisi menerima pendidikan agama dan mulai menghadiri seminari di Qom ketika ia berusia 15 tahun. Di sana, ia belajar di bawah bimbingan beberapa ulama terkemuka, termasuk Khamenei.

Setelah revolusi, Raisi bergabung dengan kantor kejaksaan di Masjed Soleyman di barat daya Iran. Selama enam tahun berikutnya, ia menambah pengalamannya sebagai jaksa di beberapa yurisdiksi lain.

Baca Juga: Houthi Luncurkan 6 Drone Bersenjata yang Berhasil Dicegat Pertahanan Udara Arab Saudi

Raisi akan menjadi presiden Iran pertama yang menjadi sasaran sanksi Amerika Serikat, yang dijatuhkan pada 2019, atas dugaan perannya dalam eksekusi massal dan untuk menindak protes publik.

Amnesty International telah menyerukan pemimpin itu untuk menghadapi tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Hamed Mousavi, seorang profesor ilmu politik di Universitas Teheran, mengatakan narasi di kalangan konservatif adalah bahwa salah urus oleh pemerintah Rouhani menyebabkan situasi saat ini.

“Jadi menurut narasi ini, jika salah urus ini diperbaiki maka ekonomi akan diperbaiki, tetapi saya pikir banyak konservatif setidaknya secara internal memahami betapa pentingnya sanksi itu,” katanya kepada Al Jazeera, sebagiaman dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com.

Baca Juga: Ebrahim Raisi Terpilih sebagai Presiden Baru Iran, Usai Raih 61,9 Persen Suara

“Saya pikir ini akan kembali ke seberapa banyak Raisi akan menunjukkan fleksibilitas dalam negosiasi. Satu poin penting adalah siapa yang akan dia tunjuk untuk negasi nuklir.”

Salah satu pilihannya adalah Saeed Jalili, mantan negosiator nuklir di bawah Presiden Mahmoud Ahmadinejad yang merupakan salah satu dari tujuh kandidat yang disetujui dalam pemilihan 2021 dan mundur demi Raisi.

Menurut Natasha Lindstaedt, seorang peneliti di University of Essex, kemungkinan efek pemilihan Raisi pada hubungan dengan AS tidak pasti.

Baca Juga: Alami Lonjakan Covid-19, Uganda Berlakukan Sejumlah Larangan untuk Tekan Infeksi Virus Corona

“Tetapi jenis retorika yang dapat dikeluarkan presiden Iran terkadang memengaruhi cara AS merespons,” katanya kepada Al Jazeera.

“Saya melihat Raisi dalam beberapa hal sebagai kembalinya Ahmadinejad, presiden yang lebih populis, otoriter dan itu adalah periode ketika hubungan dengan AS dan Iran benar-benar tegang,” pungkasnya. ***

Editor: Aliyah Bajrie

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah