Inilah 3 Pengelolaan Konflik Benjamin Netanyahu Terhadap Politik Israel dan Palestina

- 21 Mei 2021, 19:52 WIB
PM Israel Benyamin Netanyahu//Mari simak bersama perihal tiga pengelolaan konflik Benjamin Netanyahu terhadap situasi politik Israel dan Palestina.*
PM Israel Benyamin Netanyahu//Mari simak bersama perihal tiga pengelolaan konflik Benjamin Netanyahu terhadap situasi politik Israel dan Palestina.* /Reuters/Ammar Awad

Baca Juga: Krisdayanti Berbagi dengan Orang Sekitar, Maia Estianty: Mantap!

Saat konflik antar komunitas menyebar ke seluruh Israel, Hamas mulai meluncurkan roket-roket.

Dengan latar belakang semacam ini, upaya untuk membentuk pemerintahan secara diam-diam akan terjadi.

Sementara itu, diketahui Netanyahu gagal dan Presiden Israel Reuven Rivlin berpaling kepada para pemimpin Partai Yesh Atid.

Baca Juga: Zubairi Djoerban: Vaksin Covid-19 AstraZeneca Tak Boleh Digunakan Untuk Usia di Bawah 30 Tahun

Sementara Partai Yair Lapid, bersiap mencoba membentuk koalisi dengan partai-partai tengah, sayap kiri dan sayap kanan.

Ini merupakan sebuah kelompok yang disatukan hanya oleh niat menjadi oposisi bagi Netanyahu.

Selanjutnya, terdapat tokoh kunci dalam upaya ini adalah Naftali Bennett, seorang pemimpin partai sayap kanan kecil, bernama Yaminia.

Baca Juga: Disebut Netizen Jiplak Gaya Busana Aurel Hermansyah, Adelia Wilhelmina Justru Tanggapi denganJawaban Adem

Naftali Bennett merupakan rival lama Netanyahu dan sudah lama ingin menjadi perdana menteri.

Selanjutnya, Yair Lapid menawarkan Bennet sebuah kesepakatan mereka akan bergantian menjadi perdana menteri.

Terlepas dari sikap politik Bennet, Yesh Atid yang kelompok tengah, partai Buruh, dan Meretz mendukung kesepakatan itu.

Baca Juga: Perketat Disiplin Ideologis, Surat Kabar Korut Ungkap Prihatin pada Budaya 'Borjuis' dan 'Individualisme'

Pada 9 Mei, negosiasi berjalan baik dan ada spekulasi bahwa pemerintahan baru akan terbentuk dalam satu minggu.

Namun keesokan harinya, Hamas dan pejuang jihad Islam mulai menembakkan serangan roket ke Israel.

Dalam hitungan hari, Bennet mengumumkan bahwa situasi keamanan yang ada, membuat negosiasi tidak bisa dilakukan.

Baca Juga: Ramai Kabar Dugaan Kebocoran Data Pribadi Penduduk Indonesia, Kominfo Berikan Klarifikasi

Akhirnya untuk sementara kesepakatan usulan Yair Lapid hampir dipastikan gagal.

2. Tidak Ada Niat Ke Arah Damai

Pemerintahan alternatif bentukan Yair Lapid akan sangat mungkin melanjutkan kebijakan pengelolaan konflik Netanyahu.

Hal ini, telah menjadi kebijakan sebagian besar pemerintahan Israel selama 25 tahun.

Baca Juga: Film Maker Rushdi Sarraj Ceritakan Serangan Prajurit Israel terhadap Jurnalis dan Warga Sipil Palestina

Kepemimpinan Ehud Olmert dari Partai Kadima periode 2006-2009, pemimpin Israel selalu mengklaim tidak ada mitra untuk pembicaraan damai dari pihak Palestina.

Oleh karena itu, negosiasi pengelolaan konflik Netanyahu tidak bisa dilakukan.

Ehud Barak dari Partai Buruh mengklaim bahwa dia hanya pergi ke Kamp David yang diadakan Amerika Serikat AS pada 2000.

Baca Juga: Tangkap 9 Admin WhatsApp Antisipasi Provokator Mudik Lebaran, Polisi: Kami Tangkap Melalui Puluhan Grup

Saat itu, Ehud Barak dalam pembicaraan dengan AS untuk menyingkap Yasser Arafat sebagai teroris.

Ariel Sharon sebagai penerus Barak, menggunakan intifada kedua atau serangan Palestina pada 2000-2005, sebagai bukti bahwa negosiasi mustahil dilakukan.

Sementara itu, Ariel Sharon secara sepihak melepaskan diri dari Gaza pada 2005, namun menolak melakukan negosiasi serah terima kepada Otoritas Palestina.

Baca Juga: Andin dan Elsa Berseteru di Sinetron, Amanda Manopo dan Glenca Chysara Justru Bersahabat di Dunia Nyata

Hasilnya adalah keuntungan bagi Hamas, yang mengklaim bahwa Israel telah pergi akibat serangan dari mereka sendiri.

Hal ini, berlanjut menjadi kemenangan Hamas dalam pemilu legislatif Palestina di tahun berikutnya.

Kemudian, Olmert melakukan negosiasi intensif dengan Presiden Otoritas Nasional Palestina Mahmoud Abbas, namun Abbas meninggalkan pembicaraan negosiasi.

Baca Juga: Akun Novel Baswedan dan Febri Diansyah Diretas, Bintang Emon: Kebayang Nggak Sih Mau Ngelawannya Gimana

Sementara itu, Netanyahu tidak pernah memiliki niat serius untuk menindaklanjuti sebuah masalah.

Pada masa jabatan pertama sebagai perdana menteri 1996-1998, Ia memiliki tugas untuk mengacaukan Perjanjian Oslo 1993-1995 dengan merendahkan harapan warga Palestina untuk dapat memiliki negara merdeka.

Oleh karena itu, sejak 2009, tidak ada negosiasi namun ekspansi pemukiman Israel di Tepi Barat Palestina.

Halaman:

Editor: Asri Sulistyowati

Sumber: The Conversation


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah