Jurnalis, menurut Berger, jadi tumpuan masyarakat untuk menjelaskan fakta dan angka-angka yang diberikan oleh para peneliti, lembaga-lembaga pemerintahan, secara sederhana sehingga pesannya dapat diterima dan dipahami oleh seluruh kalangan.
Dalam kesempatan itu, Berger turut menyoroti banyaknya rumor dan kabar bohong yang beredar selama pandemi Covid-19 serta vaksin.
Terkait itu, ia mengatakan masyarakat juga mengandalkan para jurnalis untuk melacak dan mengklarifikasi berbagai kabar bohong yang beredar, khususnya di media sosial.
WHO, UNESCO, dan Knight Center for Journalism in the America, yang bernaung di bawah University of Texas, menggelar acara pelatihan reportase vaksin secara virtual untuk para jurnalis dari berbagai negara selama satu hari. Acara tersebut didanai oleh Uni Eropa (EU).
Acara pelatihan yang berlangsung selama kurang lebih empat jam itu diisi oleh dua diskusi panel, dia antaranya bertajuk "Jurnalisme Vaksin" dan "Ilmu Pengetahuan tentang Vaksin".
Sesi pertama mengenai jurnalisme dan vaksin mengangkat pengalaman para wartawan dari Argentina, Brazil, Prancis, dan Jerman mengangkat isu terkait pengadaan vaksin dan program vaksinasi.
Sementara pada sesi kedua, acara diskusi menghadirkan para peneliti dan ahli kesehatan dari WHO, Kanada, dan Amerika Serikat, guna menyampaikan perkembangan terbaru mengenai vaksin Covid-19.***