Jadi Perang Terpanjang Selama Hampir Dua Dekade, Afghanistan dan Taliban Siap Berdamai

13 September 2020, 21:11 WIB
DOKUMENTASI Taliban merayakan gencatan senjata di Distrik Ghanikhel di Provinsi Nangarhar, Afghanistan. Gambar diambil pada 16 Juni, 2018. * /ANTARA/

PR CIREBON – Setelah hampir dua dekade terlibat perang, faksi-faksi yang bertikai di Afghanistan telah secara resmi membuka kemungkinan besar lakukan proses negosiasi yang panjang dan sulit untuk masa depan yang damai dan makmur.

Perang ini termasuk salah satu perang terpanjang Amerika Serikat (AS) yang diluncurkan oleh Presiden George W Bush setelah serangan 9/11.

Dilansir Pikiranrakyat-Cirebon.com dari NPR, perwakilan pemerintah Afghanistan dan Taliban bertemu di ibu kota Qatar, Doha, pada Sabtu, 12 September 2020 waktu setempat untuk membahas aspirasi mereka dan memutuskan kerangka kerja untuk perdamaian abadi.

Baca Juga: PSBB Total Jakarta Tekan Potensi Klaster Rumah Tangga, Pasien Positif Covid-19 akan Diisolasi Khusus

Pemerintahan Trump membuka jalan untuk pembicaraan langsung antara kedua belah pihak ketika menandatangani perjanjian damai dengan Taliban pada bulan Februari.

Pembicaraan di kota Doha terjadi 19 tahun setelah al-Qaeda yang menewaskan hampir 3.000 orang dalam serangan 11 September.

Serangan itu merupakan tindakan teror paling mematikan dalam sejarah AS dan memicu perang di Afghanistan, ketika AS dan sekutunya menggulingkan Taliban karena menyembunyikan para teroris.

Baca Juga: Mengaku Raja hingga Klaim Negara Jadi-jadian, Ragam Kerajaan Baru Terus Bermunculan di Indonesia

Akan tetapi pada tahun-tahun berikutnya, militan Taliban telah merebut kembali kendali atas sebagian besar negara itu.

Beberapa hal dibuat untuk mencapai pembicaraan damai hari ini. Sebagai imbalan atas janji Taliban untuk meninggalkan al-Qaeda dan mencegah serangan teroris, AS dan sekutunya telah menjanjikan penarikan pasukan sepenuhnya dari Afghanistan pada musim semi mendatang.

Saat menandatangani perjanjian damai dengan Taliban pada Februari, AS memiliki sekitar 12.000 personel militer di negara tersebut.

Baca Juga: Kim Jong Un Bangun Rumah Sakit Elit, Anak-anak hingga Orang Tua Usia 75 Tahun Dipaksa Bekerja

Para pejabat mengatakan AS berada di jalur yang tepat untuk mengurangi kehadirannya menjadi 4.500 tentara pada akhir November. Pada puncaknya, AS memiliki 100.000 tentara di sana.

Sementara itu, pemerintah Afghanistan telah berjanji untuk membebaskan 5.000 tahanan Taliban sebagai imbalan atas pembebasan 1.000 pasukan keamanan Afghanistan oleh Taliban.

Abdul Ghani Baradar, salah satu pendiri Taliban, mengatakan dia membayangkan sistem Islam yang mencakup semua orang Afghanistan. Pada upacara pembukaan, dia meminta kesabaran di kedua sisi.

Baca Juga: Anies Sebut Rumah Sakit Tak Mampu Tampung Pasien Covid-19, Airlangga Bantah Tegas: Sama Sekali Tidak

“Proses negosiasi mungkin ada kendala, tapi yang diminta adalah negosiasi berjalan dengan banyak kesabaran, banyak perhatian, dan harus dilanjutkan dengan perhatian seperti itu,” ujarnya.

"Dengan kejujuran penuh, kami melanjutkan negosiasi perdamaian Afghanistan, dan kami mencoba untuk perdamaian dan ketenangan di Afghanistan," lanjutnya.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada pesan video mengatakan, hal ini merupakan kesempatan besar mencapai aspirasi rakyat Afghanistan untuk perdamaian.

"Afghanistan sendiri harus menentukan isi dan sifat negosiasi. Proses perdamaian yang inklusif, di mana perempuan, pemuda dan korban konflik terwakili secara bermakna, menawarkan harapan terbaik untuk solusi yang berkelanjutan," tambahnya.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: National Public Radio America (NPR)

Tags

Terkini

Terpopuler