Kritik Publik Masih Santer karena Dianggap Tak Becus Urus Wabah Virus Corona, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe Kini Menghilang

25 Februari 2020, 19:51 WIB
PERDANA Menteri Jepang, Shinzo Abe bekerja sama dengan pemerintah Tiongkok untuk evakuasi warga Jepang yang ada di Wuhan.* /Twitter @shinzoabe/

PIKIRAN RAKYAT - Jepang masih berjuang membendung penyebaran virus corona, tetapi publik Jepang dibuat heran karena Shinzo Abe sebagai pemangku tertinggi Jepang tidak diketahui keberadaannya.

Beberapa hari terakhir hanya Menteri Kesehatan Katsunobu Kato yang terlihat meladeni awak media setempat. Ini menimbulkan keraguan publik Jepang terhadap kepemimpinan Shinzo Abe.

Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com melalui situs Reuters, menghilangnya Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di tengah badai virus corona yang berasal dari penumpang kapal Diamond Princess.

Baca Juga: Laskar Macan Ali Keraton Cirebon Dikerahkan untuk Bersihkan Situs Matangaji, Pemilik Tanah Siap Bertanggung Jawab

Shinzo Abe merupakan perdana menteri terlama Jepang, dinilai telah gagal menjadi wajah Jepang dalam menanggulangi wabah. Ia justru meninggalkan sebagian besar tugas kepada menteri kesehatannya, Katsunobu Kato.

Sekarang, keraguan tentang kepemimpinan Abe mengancam akan menggerogoti dukungan publik yang sudah merosot, survei surat kabar lokal pada akhir pekan menunjukkan ketidaksetujuan untuk pemerintahannya melebihi persetujuan untuk pertama kalinya sejak Juli 2018.

Hal itu, pada gilirannya akan dapat mengacaukan skenario memukau untuk Abe. Dimulai dari ia memimpin Olimpiade Tokyo dengan sukses yang akan dimulai Juli nanti.

Baca Juga: Temukan 13 Kasus Virus Corona Corona, Amerika Serikat Minta Korea Selatan Kurangi Pelatihan Militer

Bahkan, ia dapat memimpin partainya untuk kemenangan pemilihan dan mungkin memenangkan masa jabatan keempat yang langka pada akhir September 2021 pada masa jabatannya sebagai partai yang berkuasa pemimpin.

"Di mana kepemimpinannya? Bahkan sekarang, dia tidak di luar sana, tidak berbicara kepada publik dan memobilisasi orang," ujar Gerry Curtis yang merupakan pakar politik Jepang.

Adapun dukungan publik terhadap Abe sudah dipengaruhi oleh skandal baru-baru ini tentang terlalu banyak pendukung yang diundang ke pesta mahal untuk melihat bunga sakura.

Baca Juga: Bantu Pertumbuhan Rambut, Ketahui 4 Manfaat Bawang Putih yang Jarang Diketahui

Dukungan itu turun 8,4 poin menjadi 36,2 persen dalam survei konservatif surat kabar lokal yang diterbitkan pada akhir pekan. Sedangkan, tingkat non-persetujuannya naik 7,8 poin menjadi 46,7 persen.

Para pemilih terbelah melihat tanggapan pemerintah terhadap virus itu dengan 85 persen mengatakan mereka khawatir tentang wabah berbahaya itu.

"Meskipun kecemasan orang-orang bertambah setiap hari, Abe belum mengadakan konferensi pers yang tepat," kata seorang pengguna Twitter @yumidesu.

Baca Juga: Hadiri Launching Jersey 3 Klub Binaan Polri, Menpora Zainudin Amali Minta Polri Tetap Tegas Tanpa Kecuali

Jepang memang telah menuai kritik keras karena penanganan lambat terhadap wabah virus di kapal pesiar Diamond Princess.

"Dengan kata lain, jika dia lebih sering muncul hanya citra buruk yang akan tersisa jadi, untuk menghindari itu, dia muncul di depan umum sesedikit mungkin," lanjut @yumidesu.

Akibatnya, Diamond Princess telah menyebabkan 691 kasus corona dan menewaskan empat penumpang sejak kapal berlabuh di dekat Tokyo pada 3 Februari lalu. Bahkan, kasus-kasus yang ditularkan di dalam negeri telah membengkak mencapai 159 dengan satu kematian.

Baca Juga: Mengenal 'Flexitarian', Diet Sehat yang Lebih Fleksibel dari Diet Vegan dan Vegetarian

"Saya pikir Abe dalam penyangkalan. Mereka mencoba untuk percaya skenario paling optimis, bahkan jika mereka tidak benar-benar melakukannya," kata Koiichi Nakano, seorang profesor ilmu politik di Universitas Sophia.

Para kritikus media sosial mempertanyakan mengapa Abe tidak menutup perbatasan Jepang dengan semua pengunjung Tiongkok, bukan hanya mereka yang berasal dari Provinsi Hubei dan Provinsi Zhejiang.

Pun begitu, Abe lebih memilih menjaga hubungan yang hangat dengan pemimpin Tiongkok Xi Jinping, meskipun ada kecaman dari dalam Partai Demokrat Liberal dan para pejabat.

Baca Juga: Tekankan Setia Pada Pasangan, 14 Calon Pengantin di Kota Cirebon Ikuti Pembinaan Pra Nikah

Padahal Abe telah menjadi tuan rumah Olimpiade yang berlangsung Juli nanti, sehingga itu menjadi tujuan utama pemerintahannya.

Apabila melihat keadaan wabah di Jepang bisa saja membatalkan lokasi Olimpiade, tetapi Menteri Kesehatan Kato mengatakan masih terlalu dini untuk membicarakan tentang pembatalan Olimpiade.

"Mungkin pemerintah Jepang ingin mengadakan Olimpiade Tokyo sehingga mereka berusaha menyembunyikan jumlah orang yang terinfeksi. Shinzo Abe pandai bersembunyi,” kata seorang pengguna Twitter @shumi_wake.

Baca Juga: Kirim Surat Pengunduran Diri ke Raja Malaysia Sultan Abdullah, Mahathir Mohamad Tetap jadi Perdana Menteri Sementara

Para ahli mengatakan, beberapa minggu ke depan akan sangat penting untuk menunjukkan apakah Jepang dapat membendung laju penyebaran virus. Jika tidak, jumlah pasien yang meningkat akan makin mempengaruhi sistem ekonomi.

Sebelumnya, ekonomi Jepang diketahui telah menyusut pada kuartal Desember dengan laju tercepat dalam hampir enam tahun, terpukul oleh kenaikan pajak penjualan. Hal itu meningkatkan risiko resesi karena aktivitas virus corona.

"Jika ekonomi turun dan tidak pernah mendapat dukungan dari Olimpiade, itu akan menjadi bencana besar," tutup Nakano.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler