Museum yang Menampilkan Peringatan Korban Tiananmen Digerebek Polisi Hong Kong, 4 Pengelola Ditangkap

10 September 2021, 18:30 WIB
Ilustrasi Bendera Hong Kong. Polisi Hong Kong menggerebek musem yang menampilkan pameran peringatan kekerasan di Tiananmen setelah 4 pengelolanya ditangkap. /Freeepik/natanaelginting

PR CIREBON – Polisi keamanan Hong Kong pada Kamis, 9 September 2021 melakukan penggerebekan terhadap museum yang menampung pameran untuk memperingati korban dari kekerasan di Tiananmen.

Kekerasan itu merupakan tindakan keras Beijing yang mematikan di Lapangan Tiananmen pada tahun 1989.

Polisi Hong Kong menggerebek museum yang menampilkan pameran kejadian Tiananmen itu hanya sehari setelah mereka menangkap empat anggota kelompok yang mengelola tempat tersebut.

Baca Juga: Felicya Angelista Akui Telah Siapkan Kamar untuk Calon Anaknya, Istri Caesar Hito: Jadi Akhirnya...

Petugas dari polisi keamanan nasional Hong Kong yang baru dibentuk itu berkunjung ke museum 4 untuk melakukan pencarian dan menutup pintu masuk gedung.

Pada sore hari, petugas memindahkan beberapa pameran termasuk logo raksasa museum dan model kertas Dewi Demokrasi (simbol gerakan mahasiswa pro-demokrasi 1989 di Beijing).

Mereka juga menyita foto-foto nyala lilin setiap tahun yang diadakan aliansi di Hong Kong dan setidaknya 36 kotak bahan dari museum ke truk.

Baca Juga: MUI Tanggapi Gejolak di Afghanistan: Diimbau untuk Meneladani Nabi Muhammad SAW Saat Membangun Madinah

Aliansi Hong Kong adalah target terbaru dari undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan Tiongkok di kota itu tahun lalu untuk meredam perbedaan pendapat setelah protes demokrasi yang besar dan seringkali disertai kekerasan.

Serangan itu terjadi sehari setelah polisi keamanan menangkap Chow Hang-tung, wakil ketua aliansi, dan tiga pemimpin lainnya karena tidak memberikan informasi menurut undang-undang keamanan nasional.

Dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari Channel News Asia, keempatnya saat ini ditahan untuk penyelidikan.

Baca Juga: Berunjuk Rasa Atas Solidaritas pada Tahanan yang Kabur dari Penjara Israel, Ratusan Warga Palestina Terluka

Bulan lalu, polisi memerintahkan kelompok tersebut untuk menyerahkan rincian keuangan dan operasional, menuduhnya bekerja sebagai agen asing.

Permintaan tersebut mencakup rincian pribadi semua anggota sejak didirikan pada tahun 1989, semua notulen rapat, catatan keuangan, dan setiap pertukaran dengan LSM lain yang mengadvokasi demokrasi dan hak asasi manusia di Tiongkok.

Pada hari batas waktu penyerahan informasi, anggota aliansi menyerahkan surat kepada polisi yang mengatakan permintaan itu ilegal, sewenang-wenang dan bahwa tidak ada bukti kesalahan mereka yang diajukan.

Baca Juga: Taliban Dikabarkan Serang Jurnalis di Afghanistan, Sebabkan Kekhawatiran Terhadap Kebebasan Pers

Ketika polisi menggerebek museum, 12 aktivis demokrasi, termasuk wakil ketua aliansi Albert Ho, mengaku bersalah atas tuduhan menghasut dan bergabung dengan majelis yang tidak sah selama nyala lilin 4 Juni pada tahun 2020.

Tindakan itu merupakan yang pertama dilarang oleh pihak berwenang sejak 1990.

Dalam pidato mitigasinya, Ho mengatakan dia menolak tuduhan bahwa mereka adalah agen asing.

Baca Juga: Tiga Terduga Teroris Berhasil Diamankan Tim Densus 88 di Bekasi, Salah Satunya Petinggi JI

Ia mengatakan aliansi itu dibentuk oleh kelompok-kelompok demokrasi lokal yang mendukung pengunjuk rasa demokrasi di Beijing.

"Mengapa Hong Kong, yang saat itu merupakan Koloni Inggris yang terletak ribuan mil jauhnya di pinggiran negara itu, terlibat begitu banyak dalam Gerakan Demokrasi 1989?" kata Ho.

"Jawabannya sederhana dan lugas: orang-orang Hong Kong yang akan bersatu kembali dengan ibu negara kita sangat menghargai aspirasi bahwa mereka akan maju menjadi negara yang bebas dan demokratis," pungkasnya.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Channel News Asia

Tags

Terkini

Terpopuler