"Saya pikir konser virtual ini hanya menguntungkan sekitar 10 bintang K-pop teratas yang memiliki fandom yang kuat di Korea dan sekitarnya," kata Yoon kepada The Korea Times.
"Banyak bintang lain yang kurang populer (terutama di luar negeri) mencoba tetapi gagal membuat mereka menguntungkan,”ujarnya.
Baca Juga: Ahok Gaduh Soal Borok Pertamina, Politisi Gerindra: Copot Saja Daripada Buat Kegaduhan Tidak Perlu
Sementara itu, Yoon menambahkan bahwa agensi-agensi besar seperti Big Hit dan SM, mereka telah memiliki Platform online sendiri yang memudahkan mereka untuk melakukan live-streaming.
Sedangkan agensi-agensi K-pop yang lebih kecil tidak seperti itu. Agensi harus membayar untuk tempat, suara, penerangan, instrumen, pakaian dan jasa katering, antara lain.
“Ini sama dengan tayangan offline, hanya tanpa keramaian,” ujarnya.
Baca Juga: Pilkada 2020 Membingungkan, Anggota DPR Usulkan 5 Cara Jitu Jalankan Pemilu di Tengah Pandemi
Yoon menambahkan, mengingat hal ini, sulit bagi agensi yang lebih kecil untuk menghasilkan pendapatan kecuali bintang mereka memiliki basis penggemar yang sangat kuat yang masih akan membayar untuk acara di mana mereka tidak dapat melihat bintang secara langsung.
Tidak ada bantuan berarti dari pemerintah
Dalam upaya membantu bisnis hiburan yang tengah kesulitan, Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata mengumumkan pada 1 September bahwa mereka akan menyuntikkan 29 miliar won untuk membangun studio dan mengatur konser online untuk mereka.