Teknologi Hijau dan Kolaborasi: Kebangkitan Industri Keramik Indonesia

- 26 Juni 2024, 18:00 WIB
Investasi di industri keramik terus berkembang, mendorong peningkatan kapasitas, perolehan devisa, dan penyerapan tenaga kerja.
Investasi di industri keramik terus berkembang, mendorong peningkatan kapasitas, perolehan devisa, dan penyerapan tenaga kerja. /ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

 

SABACIREBON - Industri keramik di Indonesia telah mencatatkan kinerja gemilang dalam beberapa tahun terakhir. Kontribusi sektor ini terhadap perekonomian nasional terus meningkat seiring dengan perkembangan dan inovasi yang dilakukan. Bagaimana transformasi industri keramik menjadi pilar ekonomi yang kuat dan kompetitif di pasar global?

Sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Menurut riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), selama 2018-2022, sektor ini mencatat omzet signifikan, antara Rp4,74 triliun hingga Rp5,78 triliun per tahun.

Keberhasilan ini tak lepas dari kontribusi berbagai sektor terkait, baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan industri properti. Misalnya, sektor bangunan memiliki keterkaitan langsung dengan 101 sektor ekonomi dan berpotensi berhubungan tidak langsung dengan 84 sektor lainnya. Indonesia juga memiliki bahan baku yang melimpah, yang menjadi dasar kuat untuk mendorong performa industri pendukung sektor properti. Salah satu subsektor yang bersinar adalah industri keramik.

Industri keramik mencakup produsen ubin, saniter, tableware, kaca, refraktori, dan produk mineral nonlogam lainnya. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, sektor ini berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional melalui peningkatan investasi, devisa, dan penyerapan tenaga kerja. Pada triwulan IV-2024, industri barang galian nonlogam (BGNL) yang mencakup industri keramik tumbuh sebesar 9,17 persen, meningkat dari triwulan I-2023 yang mengalami kontraksi -2,1 persen. Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian, Andi Rizaldi, menyatakan, “Sektor industri BGNL mampu berkontribusi 2,81 persen terhadap PDB industri pengolahan nonmigas.”

Dalam acara temu usaha industri di Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Keramik dan Mineral Nonlogam (BBSPJIKMN) Bandung, Andi menegaskan bahwa perkembangan investasi industri keramik yang terus tumbuh telah memacu kapasitas produksi, perolehan devisa, dan penyerapan tenaga kerja. Kementerian Perindustrian telah menyiapkan berbagai strategi untuk meningkatkan performa industri manufaktur nasional, termasuk sektor keramik, melalui penerapan standardisasi.

Penerapan standardisasi tidak hanya mencakup Standar Nasional Indonesia (SNI) tetapi juga standar industri hijau dan standar spesifikasi teknologi industri. “Kami juga berperan dalam implementasi standar halal melalui Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang dimiliki beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan BSKJI Kemenperin,” ujar Andi.

Standardisasi memiliki tiga peran penting dalam sektor industri. Pertama, sebagai instrumen untuk meningkatkan kualitas produk. Standardisasi membantu menetapkan parameter kualitas yang konsisten untuk produk keramik dan mineral nonlogam, memastikan produk tersebut memenuhi standar tinggi dan bisa bersaing di pasar global.

Kedua, sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi produksi dan inovasi teknologi. Standardisasi mendorong inovasi dalam teknologi produksi dan material, karena standar yang berkembang membutuhkan peningkatan terus-menerus untuk memenuhi persyaratan yang lebih ketat.

Halaman:

Editor: Buddy Nugraha

Sumber: indonesia.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah