Polemik Thrifting Hak Konsumen untuk Memilih Barang

- 7 April 2023, 17:27 WIB
Slake Komisioner BPKN RI, Dr Firman Turmantara Endipradja melakukan peninjauan pasar untuk mengetahui keberadaan produk yang dijual  hubungannya dengan UU Perlindungan Konsumen./Firman T Endipradja
Slake Komisioner BPKN RI, Dr Firman Turmantara Endipradja melakukan peninjauan pasar untuk mengetahui keberadaan produk yang dijual hubungannya dengan UU Perlindungan Konsumen./Firman T Endipradja /

 Oleh: Dr.  Firman Turmantara Endipradja *)

AKTIVITAS thrifting atau membeli baju bekas (tas, sepatu dll), kini semakin digemari masyarakat terutama anak muda. Ada beragam alasan yang membuat mereka membeli produk fesyen yang diimpor dari sejumlah negara. Mayoritas, karena harganya murah, kualitas baik, model bagus, tersedia dalam berbagai ukuran/size dan mayoritas ada di merek fesyen internasional.

Produk yang dibeli bisa secara langsung kepada pedagang konvensional juga lewat online thrift shop. Thrift shop merupakan salah satu solusi yang hadir untuk menjadi antitesis dari fast fashion.

Menurut Urban Dictionary, thrifting adalah kegiatan berburu dan membeli pakaian bekas di toko/pedagang pakaian bekas atau barang antik. Thrift shopping sendiri pada dasarnya bukanlah hal baru di Indonesia, mengingat di Indonesia sendiri, sudah ada pusat-pusat pasar barang bekas seperti Pasar Cimol di Gedebage, Bandung (Jawa Barat), Pasar Kodok di Tabanan (Bali), dan lain sebagainya.

Bahkan di beberapa daerah perdagangan pakaian bekas impor ini sudah puluhan tahun ditekuni oleh warga. Tampaknya berbelanja pakaian bekas dan fenomena perdagangan ini ada dampak positifnya baik dari sisi pembeli (konsumen), maupun penjual terutama di sektor lapangan kerja.

Baca Juga: Menelusuri Sejarah Dompet Hadiah Uang Turnamen Golf The Master

Thrifting dianggap sebagai ancaman untuk pelaku usaha pakaian sehingga muncul kebijakan yang melarang impor baju bekas. Kebijakan ini tentunya jangan hanya bisa melarang dan menindak praktek dagang ini, tapi juga harus memberikan solusi baik bagi konsumen yang biasa membeli/memakai barang-barang impor bekas ilegal agar dapat tetap memilih (hak memilih) barang yang sesuai dengan selera dan kemampuan daya belinya. Maupun   bagi pedagang yang memperjualbelikan barang-barang impor bekas agar dapat tetap memperoleh nafkah untuk keluarganya.

Hak konsumen telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), salah satu hak konsumen sebagai mana tertuang dalam Pasal 4 angka 2 adalah hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang di janjikan.

Halaman:

Editor: Otang Fharyana

Sumber: Tulisan Opini


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x