Bicara Langkah TNI Baru-baru Ini, Refly Harun Sebut Jangan Sampai TNI Masuk Lagi di Wilayah Politik

- 22 November 2020, 12:03 WIB
Refly Harun menyebut TNI tidak boleh terjun ke dunia politik karena mereka memegang senjata: Refly Harun menyoroti terkait pencopotan baliho HRS oleh Kodam Jaya dan menyebutkan bahwa hal tersebut bukan kewenangan TNI dan Pangdam.
Refly Harun menyebut TNI tidak boleh terjun ke dunia politik karena mereka memegang senjata: Refly Harun menyoroti terkait pencopotan baliho HRS oleh Kodam Jaya dan menyebutkan bahwa hal tersebut bukan kewenangan TNI dan Pangdam. /Tangkapan layar YouTube Refly Harun



PR CIREBON - Pakar hukum tata negara Refly Harun menyatakan semua substansi yang Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman katakan itu benar semua, tetapi masalahnya adalah bukan kewenangan dia, bukan tugas dia untuk menyampaikan.

"Jadi sebagai pejabat publik, sebagai pejabat di lingkungan TNI, ya memang dia harus menyampaikan sesuatu yang memang tugas dan tanggung jawabnya, bukan tugas dan tanggung jawab orang lain," kata Refly Harun di kanal Youtubenya, Refly Harun, 22 November 2020.

Karena itulah banyak yang memperingatkan jangan sampai TNI masuk lagi di wilayah politik, artinya tugas konstitusional TNI adalah tugas untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia terutama dari rongrongan pihak asing, dari serangan pihak asing, dari serangan negara lain, bisa juga infiltrasi dari dalam tapi masih dalam konsep pertahanan, jelas Refly.

Baca Juga: Luncurkan Wisata Religi Masjid Kuno, Wakil Walikota: Ini Tak Ada di Daerah Lain

Dia mengungkapkan keamanan dan ketertiban masyarakat itu adalah tugas kepolisian.

"Dan yang lebih kecil lagi pasang dan turunkan baliho itu tugas satpol PP saja, tidak perlu tugas sebuah Kodam dengan Pangdam yang berpangkat Mayjen atau bintang dua, karena itu orang dengan mudah menyatakan hal ini bernuansa politik," ujarnya.

Karena baliho-baliho yang diturunkan itu adalah baliho Habib Rizieq Shihab yang pada tanggal 10 November kemarin baru pulang dari lawatannya di Saudi Arabia selama tiga tahun.

Baca Juga: Kemendikbud Izinkan Belajar Tatap Muka, Berikut 6 Syarat yang Harus Dipenuhi Pihak Sekolah

"Baru pulang dan ternyata disambut dengan banyak sekali orang, yang memunculkan skenario macam-macam dalam politik, jangan-jangan ini akan menjadi kuda hitam dalam Pilpres 2024, jangan-jangan arusnya akan besar, karena itu perlu tindakan preventif untuk menghadang, mungkin begitu," ucapnya.

Refly berharap TNI  tetap memegang amanat reformasi sebagai tentara yang profesional, tentara yang menjauhkan diri dari politik, karena era dwifungsi ABRI atau sekarang dwifungsi TNI sudah berakhir, dan sudah merupakan amanat reformasi Indonesia.

"Jangan sampai kemudian pihak sipil, Presiden Jokowi misalnya atau orang-orang dalam kekuasaan mengundang kembali TNI terlibat dalam politik," katanya, seperti yang dilihat PikiranRakyat-Cirebon.com dari kanal Youtube Refly Harun.

Baca Juga: Beri Pesan ke Mayjen Dudung, Neno Warisman Sebut Jangan Melihat FPI Sebagai Musuh

Refly menjelaskan senjata tidak bisa disatukan dengan demokrasi,  tidak bisa berdemokrasi dengan senjata karena senjata itu adalah alat koersif yang tidak mungkin disatukan dengan demokrasi yang membutuhkan saling dengar argumentasi, take and give, proses yang tidak otoritarian, tapi proses yang dilandasi sila keempat Pancasila.

Sekali lagi Refly berharap fenomena Dudung Abdurachman ini bukan fenomena yang mewakili sikap TNI secara keseluruhan terhadap kepemimpinan sipil, terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat, terhadap dinamika sosial politik yang ada akhir-akhir ini.

"Dan sekali lagi Pemerintahan Jokowi serta pendukung-pendukungnya di inner circle tidak punya maksud untuk mengundang TNI terlibat dalam politik karena merasa kewalahan menghadapi kritik atau serangan-serangan dari pihak-pihak yang tidak mengendorse kekuasaan saat ini," ujarnya.

Baca Juga: Terlihat Sepele, Menentukan Posisi Tidur Ternyata Dapat Memberikan Manfaat yang Berbeda

Karena yang paling penting dalam negara hukum adalah boleh menyampaikan kritik sekeras-kerasnya karena itu ada di konstitusi, karena itu demokrasi, tetapi tidak boleh melanggar hukum, pungkasnya.

"Karena itulah Anda harus tetap patuh pada hukum, Anda tidak berada di atas hukum. Kalau FPI melakukan pelanggaran hukum, proses secara adil, sesuai prinsip negara hukum," kata Refly.

Menurutnya kalau FPI tidak melakukan pelanggaran apa-apa maka jangan dihalang-halangi untuk melakukan kegiatan, dalam proses penegakan hukum pun harus melihat hukum apa yang harus diterapkan.

Baca Juga: Tercatat 200 Pelaku Usaha Kopi di Pontianak Langgar Prokes, Disanksi Tegas Dengan Bayar Denda

"Apa sekadar pelanggaran administratif atau sudah menjurus ke arah tindak pidana, jadi intinya negara ini dibangun dengan perspektif untuk menjadi negara yang adil dan makmur," kata Refly Harun.***

 

Editor: Egi Septiadi

Sumber: YouTube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x