PR CIREBON – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja pada Senin, 2 November lalu.
Keputusan tersebut menyebabkan aksi demonstrasi yang terjadi secara terus menerus dari bulan Oktober kemarin hingga sekarang. Selain itu, keputusan tersebut juga disorot media asing dari Amerika Serikat, salah satunya New York Times.
Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari New York Times, Omnibus law pertama kali diajukan sebagai upaya penting penciptaan lapangan kerja yang akan menghidupkan kembali ekonomi Indonesia, memangkas birokrasi dan menghapus sekumpulan peraturan yang telah menghambat investasi.
Baca Juga: Studi Baru Covid-19: Sindrom ‘Long Covid’ karena Sel Abnormal Bertahan Merusak Paru-paru
Tetapi, tulis New York Times, hanya sedikit orang Indonesia yang tahu persis apa yang ada dalam undang-undang baru, yang tiba-tiba bertambah dari 812 menjadi 1.187 halaman.
Selain itu, banyak inkonsistensi seperti Pasal 6 misalnya, mengacu pada pasal 5 (1) yang tidak dapat ditemukan di mana pun.
“Ini adalah proses legislatif terburuk yang saya ketahui dalam sejarah Indonesia. Tidak pernah ada kekacauan seperti ini,” kata Bivitri Susanti, dosen Fakultas Hukum Jentera di Jakarta.
Baca Juga: Pengamat: Bisakah Donald Trump Menolak Menerima Kekalahan dalam Pemilihan Presiden AS?
Para kritikus mengecam undang-undang tersebut untuk menghapus tenaga kerja dan perlindungan lingkungan di negara di mana perlindungan semacam itu dinilai telah diterapkan dengan buruk.
Undang-undang tersebut juga menghapus persyaratan pembayaran pesangon minimum dan hari libur wajib bagi pekerja.