Polemik Omnibus Law, Dahlan Iskan: Pejabat Cari Uang Sampingan, Persulit atau Membantu Pengusaha

- 21 Oktober 2020, 07:08 WIB
Dahlan Iskan. Foto: Ist
Dahlan Iskan. Foto: Ist /Ist/

PR CIREBON – Di tengah polemik Omnibus Law UU Cipta Kerja, Dahlan Iskan, yang merupakan mantan Menteri BUMN, mengungkap ada dua cara pejabat mencari uang sampingan untuk mengeruk keuntungan pribadi.

"Cara pertama persulit lah pengusaha, pasti akan keluar uangnya. Atau pakai cara kedua, bantulah para pengusaha, mereka akan keluar juga uang sebagian," tulis Dahlan pada Selasa, 20 Oktober 2020.

Sebagaimana diberitakan dalam Warta Ekonomi dengan judul sebelumnya "Dahlan Iskan sebut Tak Ada Satupun Pejabat yang Bersih" Dahlan mengatakan bahwa pernyataan tersebut berasal dari seorang mantan Gubernur Jawa Timur yang kini telah meninggal dunia. Menurutnya, tidak ada pejabat yang hanya hidup dari gajinya.

Baca Juga: Tekan Laju Penularan Covid-19, Begini Langkah Antisipasi Pemerintah Hadapi Libur Panjang

"Bahkan seorang pejabat di bawahnya juga pernah mengatakan kepada saya begini: semua target pejabat itu harus punya tabungan setidaknya Rp10 miliar, pada 1995. Jumlahnya harus segitu agar bunga depositonya cukup untuk hidup dan menyekolahkan anak sampai lulus perguruan tinggi," jelas Dahlan.

Dahlan menuturkan bahwa setidaknya nilai Rp10 miliar saat itu setara dengan Rp50 miliar pada saat ini. Mantan Gubernur tersebut tidak mengelak terkait kenyataan itu.

"Tapi, ia tidak setuju kalau cara untuk cari uang tambahan itu dengan mempersulit orang, ia sendiri pernah membantu saya mengeluarkan izin untuk membangun pabrik kertas," ungkap Dahlan, dilansir Pikiranrakyat-Cirebon.com dari Warta Ekonomi.

Baca Juga: PKS Sindir Laporan 1 Tahun Jokowi-Ma'ruf dengan Judul 'Satu Tahun Jokowi dalam Angka'

Dahlan melanjutkan bahwa mantan Gubernur tersebut juga mengungkap bahwa hampir tidak ada satu pun pejabat yang bersih. Jika semua pejabat memiliki prinsip untuk tidak mempersulit orang, tidak perlu lagi ada Omnibus Law.

"Tapi tidak harus dengan cara yang tidak terhormat. dan yang penting jangan dengan cara yang mempersulit orang," katanya.

Ia lalu mengungkapkan pendapatnya tentang masalah yang dialami para pejabat.

Baca Juga: Datang ke Indonesia, PM Jepang dan Jokowi Bahas Empat Poin Kerja Sama

"Masalahnya banyak pejabat yang lupa pelajaran bahasa Indonesia. Terutama apa arti kata 'cukup'. Kata itu selalu dibaca 'tidak cukup'," pungkasnya.***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: wartaekonomi.co.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x