Halal Watch Khawatir Soal UU Ciptaker, IHW: Hal ini Melemahkan MUI dan Kementerian Agama

- 8 Oktober 2020, 10:46 WIB
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan (IHW), Ikhsan Abdullah SH saat memberikan keterangan dihadapan pers, Rabu (7/10/2020). Foto: dani PS
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan (IHW), Ikhsan Abdullah SH saat memberikan keterangan dihadapan pers, Rabu (7/10/2020). Foto: dani PS /

“Hal ini melemahkan MUI dan Kementerian Agama yang secara struktur dan kelembagaan telah mempunyai organ sampai di tingkat kecamatan di seluruh Indonesia.

“Karena halal itu mata rantainya dari ladang sampai ke meja makan, yang harus dijamin kehalalannya. Lalu bagaimana bilal halal hanya dinyatakan sendiri oleh pelaku usaha UKM?,” ujarnya.

Baca Juga: Demokrat Dituding Jadi Dalang Demonstrasi Buruh, Ossy Dermawan: Ada Bedebah yang Mau Tebar Fitnah

Ikhsan menuturkan tidak semua UKM menggunakan bahan produksi yang termasuk dalam kategori daftar positif seperti bahan alam misal beras, tepung ketela dan sagu.

Akan tetapi banyak UKM yang produknya menggunakan bahan utama dari daging, margarin, room butter, bahan penolong serta bahan artifisial yang memiliki titik kritis tinggi (berpotensi terkontaminasi materi tidak halal) yang masih harus ditelusuri kehalalannya.

“Bila halal hanya dengan melalui ‘self declare’ maka akan menjadi tidak jelas kehalalannya. Dan yang menjadi persoalan utama, halal itu bukan masalah perizinan yang dalam Omnibus Law dimasukan di dalam klaster perizinan dan kemudahan berusaha. Tetapi halal itu adalah hukum syariah Islam yang menjadi domain dan kewenangan para ulama,” tuturnya.

Baca Juga: Omnibus Law Tuai Polemik, Tito Karnavian Tegaskan UU Cipta Kerja Permudah Izin Usaha di Daerah

IHW mengatakan pendekatan kehalalan produk bukan hanya didekati dengan ilmu fikih saja melalui deklarasi mandiri kehalalan. Tetapi, kehalalan produk harus menggunakan pendekatan teknologi pangan yang kini sudah tergolong canggih dalam mengecek kandungan hasil produksi.

“Oleh karena itu, tetap diperlukan pemeriksaan atas suatu produk sebelum dilakukan penetapan Fatwa oleh MUI. Jadi ‘halal self declare’ tidak sejalan dengan maksud-maksud syariah, disamping tidak sesuai prinsip perlindungan konsumen yang menjadi tujuan utama,” ujarnya.

Jika kehalalan hanya menggunakan pendekatan fikih saja, ujar Ikhsan, dapat menjadikan produk tidak jelas riwayat kandungan materinya.***

Halaman:

Editor: Nur Annisa

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x