Nadiem Makarim Buat Gaduh Dunia Pendidikan, DPR Sebut Kinerjanya Perlu Dievaluasi Kembali

- 27 Juli 2020, 19:00 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (tengah) bersama Sekjen Kemendikbud Didik Suhardi (kiri) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Rapat kerja tersebut membahas sistem zonasi dan Ujian Nasional (UN) tahun 2020, serta persiapan pelaksanaan anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (tengah) bersama Sekjen Kemendikbud Didik Suhardi (kiri) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Rapat kerja tersebut membahas sistem zonasi dan Ujian Nasional (UN) tahun 2020, serta persiapan pelaksanaan anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww. /

PR CIREBON - Anggota Komisi X DPR RI, Ali Zamroni mengungkapkan sejumlah kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dinilai masih memerlukan evaluasi.

Ali juga mengingatkan, agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tidak bermain api dengan kebijakan yang cenderung 'bancakan' atau bagi-bagi dana hibah dari donasi APBN Rp20 miliar.

"Jangan sampai adanya titipan dan di tunggangi oleh kepentingan pribadi atau golongan," kata Ali di Jakarta, Senin, 27 Juli 2020 dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari RRI.

Baca Juga: Djoko Tjandra Rajin Mangkir Sidang dan Pelesiran, Kuasa Hukum Siap Pasang Badan Jadi Tersangka

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan dana gajah sebesar Rp20 miliar kepada organisasi corporate social responsibility (CSR) Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation.

Ali yang merupakan politisi Gerindra mengaku, telah memprediksi kinerja Nadiem Makarim akan membuat gaduh dunia pendidikan setelah dilantik Presiden Joko Widodo.

"Cukup ironi saat ini ada 3 organisasi besar yang telah menyatakan mengundurkan diri dalam program organisasi penggerak yaitu NU, Muhammadiyah dan PGRI," tuturnya.

Baca Juga: Netizen Ramai Bahas Zodiak Baru Ke-13 Bernama Ophiuchus yang Diungkapkan NASA, Simak Penjelasannya

Ali lalu mengungkapkan, yang seharusnya malu dan mengundurkan diri dari program ini yaitu Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation bukan NU, Muhammadiyah, dan PGRI.

Program Organisasi Penggerak (POP) yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menjadi sorotan banyak mata.

Program dengan anggaran Rp657 miliar per tahun ini, dinilai memiliki banyak persoalan didalamnya.

Baca Juga: Masih Ada Kejanggalan dari Kasus Yodi Prabowo, Pengamat: Jika Bunuh Diri, Mengapa Darahnya Sedikit?

 

Muhammadiyah menilai, terdapat hal yang janggal dalam penetapan peserta POP ini.

Bahkan Muhammadiyah memprotes terdapat dua perusahaan besar yang turut ikut menerima bantuan tersebut.

"Kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas, karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah," jelas Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kasiyarno di Jakarta, Rabu, 22 Juli 2020.

Baca Juga: Lakukan Pemantauan di Jatiluhur, Petugas KPK Dapat Teror Mistis hingga Alami Penyakit Misterius

Lembaga Pendidikan Maarif NU juga memutuskan untuk mundur dari program ini, dikarenakan POP dinilai syarat akan kejanggalan dalam proses administrasinya.

Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU, Arifin Junaidi menilai, program ini dari awal sudah janggal, di mana pada awalnya ia dimintai proposal dua hari sebelum penutupan.

"Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja syarat-sayarat menyusul. Tanggal 5 Maret lewat website mereka dinyatakan proposal kami ditolak," katanya.

Baca Juga: Nampak Dukung Gibran, Presiden Jokowi Justru Tegas Peringatkan Adik Iparnya Mundur Bursa Pilkada

Tak berlangsung lama, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengikuti jejak Muhammadiyah dan LP Ma'arif Nahdlatul Ulama PBNU yang mengundurkan diri dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Sama seperti dua pendahulunya, salah satu alasan PGRI mundur dari program kementerian yang dipimpin Nadiem Makarim itu lantaran kriteria pemilihan dan penetapan peserta POP tidak jelas.

"PGRI memandang bahwa perlunya prioritas program yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru melalui penataan pengembangan dan mekanisme keprofesian guru berkelanjutan (Continuing Professional Development)," kata Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi di Jakarta.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah