Komentari Kebijakan Anies Izinkan Reklamasi Teluk Jakarta, PDIP: Kepgub Sarat akan Kepentingan

- 8 Juli 2020, 12:14 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan /dok. Pemprov DKI Jakarta

PR CIREBON - Kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan terkait perizinan reklamasi Teluk Jakarta telah menuai banyak kontroversi.

Sebelumnya, Anies dituding telah melanggar janji karena memutuskan perhitungan kontribusi reklamasi Ancol untuk pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta secara diam-diam tanpa berkonsultasi lebih dahulu dengan DPRD DKI Jakarta.

Bahkan, isu terbaru menyebutkan Anies meminta jatah sebesar 5 persen untuk Pemprov DKI Jakarta setelah PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk selesai mereklamasi kawasan Ancol.

Baca Juga: Berniat Sudahi Kehamilan, Seorang Ibu Lahirkan Bayi Mungil Bersama dengan Alat Kontrasepsi

Melansir dari Warta Ekonomi, inilah yang membuat Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Gilbert Simanjuntak ikut berkomentar.

Secara gamblang, ia mengatakan kontribusi sebesar 5 persen untuk jadi jatah DKI Jakarta sangat ganjil.

Terlebih, aturan penyerahan lahan kontribusi ini diputuskan sepihak oleh Gubernur Anies Baswedan tanpa konsultasi ke DPRD DKI Jakarta.

Baca Juga: Bicarakan Kasus Denny Siregar, Ridwan Kamil: Kalau Melanggar Hukum, Harus Tanggung Jawab

"Dasar perhitungan 5 persen lahan reklamasi sebagai milik DKI tidak jelas dasarnya, dan diputuskan sepihak oleh Gubernur tanpa konsultasi DPRD," ungkap Gilbert pada Selasa 7 Juli 2020.

Lebih dari itu, keganjilan itu dirasakan terkait adanya jatah 5 persen yang tidak diketahui asalnya, karena bila berdasarkan keputusan Gubernur (Kepgub) 237 tahun 2020 tentang izin Reklamasi Ancol tidak tercantum dasar hitung-hitung pembagian jatah lahan.

"Enam hektare yang 5 persen itu jadi pertanyaan dasarnya 5 persen dari mana? Sangat tidak wajar bila diputuskan 5 persen," tegasnya.

Baca Juga: Menderita Sampai Akhir Hidupnya, Gadis 16 Tahun Diperkosa Bergilir hingga Kena Infeksi Mulut Rahim

Hal lain yang disorotinya adalah kebijakan Anies Baswedan dengan Kepgub 237 tahun 2020 ini dinilai sarat akan kepentingan, karena Raperda RDTR dan Zonasi yang mendasari Kepgub itu telah dicabut Anies pada 2018 silam.

Sementara itu, ia meminta ketegasan Mendagri untuk menilai Kepgub tanpa dasar hukum yang kuat itu, sehingga tidak menjadi contoh buruk yang diikuti kepala daerah lainnya.

"Perlu ketegasan dari Mendagri agar tidak menjadi contoh buruk yang bisa diikuti kepala daerah yang lain," pungkas Gilbert.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Warta Ekonomi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x