"Saya masih ingat, usai kerusuhan 13-15 Mei, pada tanggal 17 Mei 1998, saya minta keliling kota, merengek dan bapak saya mengantarkan, melihat bangkai motor, mobil dan ambulance lalu lalang membawa mayat yang jelas gosong," ujarnya.
Menurut dr. Tirta, pengalamannya di masa kecil ini yang menjadikan dirinya bisa bertahan saat kondisi sulit.
"Sebuah pengalaman yang selalu saya ingat dan mengubah pandangan saya soal hidup. Membuat saya jadi sekeras ini," ungkapnya.
Selain itu, dr. Tirta mengungkapkan bahwa dirinya masih ada keturunan Tionghoa dan kerusuhan yang terjadi pada tahun 1998 itu tidak seharusnya dia alami.
"Sebagai anak dari ibu keturunan Tionghoa dan bapak keturunan Jawa, kerusuhan itu membuat saya lebih keras dan paham mengenai hal hal yang nggak seharusnya saya tau lebih cepat," ungkapnya.
dr. Tirta mengatakan bahwa kerusuhan yang terjadi saat itu dipicu oleh krisis ekonomi dan rasisme.
"Kerusuhan yang dibalut krisis ekonomi dicampur rasis, membuat saya belajar terus," paparnya.
Tragedi yang kelam itu akan selalu diingat oleh dr. Tirta sampai kapan pun.