"Tuduhan pasal karet lainnya dalam UU ITE terhadap Pasal 28 ayat 2 soal kebencian SARA, bila pasal ini dihapus, kemudian dimedia sosial baik setiap org maupun pemilik akun menjadi bebas menyerang suku dan agama satu sama lain," ujarnya.
"Sehingga berujung adu domba di tengah masyarakat. Situasi pasti bakal mengerikan," sambungnya.
tak hanya itu, Muannas Alaidid pun kemudian menjelaskan alasan kenapa UU ITE itu diperlukan, meskipun semua pasal telah diatur dalam KUHP.
"Buat apa UU ITE, kan KUHP semua sudah diatur baik soal pencemaran nama baik dan kebencian SARA. Betul, tapi mesti diatur khusus karena dampak yang ditimbulkan berbeda," ujarnya.
Baca Juga: Pelecehan Anak di Korea Selatan Meningkat Dua Kali Lipat Dibandingkan Tahun Lalu
"Kalau anda menghina di media sosial lebih cepat yang tahu, kalo langsung hanya orang sekitar aja yang tahu, pantas hukuman keduanya berbeda," lanjutnya.
Muannas Alaidid pun mengungkapkan jika alasan menolak UU ITE karena sudah diatur dalam KUHP, jangan sampai nanti orang berpikir untuk apa UU Terorisme karena pembunuhan berencana juga sudah diatur apalagi sama ancamannya pidana mati, lalu kita sederhanakan hapus saja pasal atau UU Terorisme.
Klo alasan menolak UU ITE krn sdh diatur dlm KUHP, jgn smp nanti org berpikir buat apa UU Terorisme krn pembunuhan berencana jg sdh diatur apalagi sama ancamannya pidana mati, trus kt sederhanakan hapus aja pasal/UU terorisme, saran sy hati2 soal revisi ITE, gawat klo kebablasan— Muannas Alaidid, SH, CTL (@muannas_alaidid) February 15, 2021
Lebih lanjut, Muannas Alaidid menyarankan agar pemerintah dapat berhati-hati dalam merevisi UU ITE tersebut.
"Saran saya hati-hati soal revisi ITE, gawat kalau kebablasan," pungkasnya.***