Putusan Hakim Tidak Berikan Efek Jera, Pakar Hukum Sebut Pemicu Korupsi Masih Terjadi di Indonesia

- 7 Desember 2020, 08:52 WIB
Ilustrasi korupsi.
Ilustrasi korupsi. /PRFM


PR CIREBON – Seperti diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Menteri Sosial, Juliari Batubara, sebagai tersangka kasus suap dan hal itu hanya berselang sembilan hari dari penetapan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, sebagai tersangka KPK dalam perkara dugaan penerimaan hadiah terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan pada Kamis, 26 November lalu.

Pakar hukum pidana Universitas Jember, I Gede Widhiana Suarda PhD, mengatakan, masih adanya menteri yang melakukan tindak pidana korupsi merupakan salah satu indikator bahwa hukuman bagi koruptor di Indonesia tidak berfungsi.

"Kita bisa berhipotesa bahwa dengan masih terjadinya korupsi di tingkat menteri dan pejabat negara merupakan salah satu indikator dari tidak berfungsinya hukuman yang pernah dijatuhkan selama ini pada para pejabat yang korup," katanya pada Minggu, 6 Desember 2020, dikutip Pikiranrakyat-Cirebon.com dari Antara News.

Baca Juga: 1,2 juta Dosis Vaksin Tiba di Indonesia, Tinggal Tunggu Evaluasi BPOM dan MUI

Ia menilai masih banyaknya kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi menunjukkan bahwa putusan hakim untuk para koruptor tidak punya efek jera, sehingga di era reformasi justru tidak berdampak pada penurunan kasus korupsi.

Kendati demikian, lanjutnya, masih diperlukan sebuah riset yang komprehensif untuk memastikan apakah hukuman bagi koruptor di Indonesia masih belum memberikan efek jera karena korupsi masih dilakukan oleh sejumlah pejabat.

"Apabila terbukti di pengadilan bahwa kedua menteri itu korupsi maka hal itu menegaskan korupsi masih terjadi dalam lingkaran kekuasaan," ucapnya.

Baca Juga: Ustaz Maheer Ditahan Karena Ujaran Kebencian, Gus Miftah: Semoga Kuat Menghadapi Kasus Hukumnya

Ia mengatakan bahwa korupsi masih menjadi masalah besar di Indonesia karena pelakunya adalah para elite tingkat atas dan KPK telah membuktikan masih menjadi lembaga antirasuah yang bisa menangkap siapa saja tanpa pandang bulu.

"Saya pribadi mengapresiasi langkah KPK dalam melakukan penangkapan dua menteri dalam operasi tangkap tangan tersebut. Kalau dikatakan pembuktian penangkapan itu merupakan kiprah KPK, saya kira ada benarnya," katanya.

Ia menjelaskan salah satu tugas KPK adalah penegakan hukum tipikor yang didalamnya termasuk penangkapan, penuntutan, dan eksekusi, namun pihaknya juga masih menunggu kiprah KPK di bidang pencegahan.

Baca Juga: Pemerintah Brazil akan Prioritaskan Vaksinasi Kepada 3 Golongan, Masyarakat Ada Termasuk ?

"Menurut saya bidang pencegahan merupakan bidang strategis dalam upaya menciptakan Indonesia bebas korupsi. Bidang tersebut masih belum tampak, meski dikatakan sudah berjalan," ujarnya.

Menurutnya, Presiden Jokowi harus menegaskan kepada para menteri lainnya untuk bekerja dengan lebih baik, bersih, jujur, dan berintegritas, sehingga tidak terulang kembali para menteri melakukan tindak pidana korupsi.

"Jokowi bisa menegaskan kepada para menterinya bahwa jabatan apapun tidak akan pernah kebal dari tuntutan korupsi, baik dalam level menteri sekalipun dan kalau berani coba-coba, silahkan berhadapan dengan hukum," ucapnya.

Baca Juga: Ustaz Maaher Ditetapkan Tersangka, Habib Husin: Biar Jadi Pelajaran Siapapun Pengguna Media Sosial

Terkait dengan pasal 2 ayat (2) UU Tipikor yang menyebut hukuman mati bisa dijatuhkan bila korupsi dilakukan saat terjadi bencana alam nasional, Gede mengatakan pasal 2 ayat 2 bisa diterapkan dalam kondisi tertentu, misalnya dalam bencana alam dan krisis ekonomi.

"Artinya bahwa koruptor bisa saja dijatuhi pidana mati asal memenuhi kriteria pasal 2 ayat 2 UU Tipikor itu, namun kalau menteri itu tidak dijerat dengan pasal itu, maka tidak bisa dijatuhkan hukuman mati," ujarnya.***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x