Korupsi Masih Terjadi, Pakar Hukum: Indikator Hukum bagi Koruptor di Indonesia Tidak Berfungsi

- 7 Desember 2020, 06:24 WIB
Kolase potret Menteri KP Edhy Prabowo (kiri) dan Mensos Juliari Batubara (kanan) yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan tindak pidana korupsi.
Kolase potret Menteri KP Edhy Prabowo (kiri) dan Mensos Juliari Batubara (kanan) yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan tindak pidana korupsi. /Instagram/@iisedhyprabowo/@kemensosri

PR CIREBON- Pakar hukum pidana Universitas Jember, I Gede Widhiana Suarda PhD, mengatakan masih adanya menteri yang melakukan tindak pidana korupsi merupakan salah satu indikator bahwa hukuman bagi koruptor di Indonesia tidak berfungsi.

“Kita bisa berhipotesa bahwa dengan masih terjadinya korupsi di tingkat menteri dan pejabata negara merupakan salah satu indikator dari tidak berfungsinya hukuman yang pernah dijatuhkan selama ini pada para pejabat yang korup,” katanya, di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Minggu 6 Desember 2020.

Dia menilai masih banyaknya kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi menunjukan bahwa putusan hakim untuk para koruptor tidak punya efek jera, sehingga di era reformasi justru tidak berdampak pada penurunan kasus korupsi.

Baca Juga: Merebaknya Koruptor Tertangkap, Rocky Gerung: Korupsi Terjadi Karena Kader Harus Isi Kas Partai

Kendati demikian, lanjut dia, masih diperlukan sebuah riset yang komprehensif untuk memastikan apakah hukuman bagi koruptor di Indonesia masih belum memberikan efek jera karena korupsi masih dilakukan oleh sejumlah pejabat.

“Apablia terbukti di pengadilan bahwa kedua menteri itu korupsi maka hal itu menegaskan korupsi masih terjadi dalam lingkar kekuasaan,” ucap pakar pidana korupsi Fakultas Hukum Unjem itu, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari ANTARA.

Menurut dia, korupsi masih menjadi masalah besar di Indonesia karena pelakunya adalah para elite tingkat atas dan KPK telah membuktikan masih menjadi lembaga antisuruah yang bisa menangkap siapa saja tanpa pandang bulu.

Baca Juga: Koruptor Tertangkap Jelang Pilkada 2020, Rocky Gerung: Indonesia Malah Festival Korupsi

“Saya pribadi mengapresiasi langkah KPK dalam melakukan penangkapan dua menteri dalam operasi tangkap tangan tersebut. kalau dikatakan pembuktian penangkapan itu merupakan kiprah KPK, saya kira ada benarnya,” katanya.

Dia menjelaskan salah satu tugas KPK adalah penegakan hukum tipikor yang di dalamnya termasuk penangkapan, penuntutan, dan eksekusi, namun pihaknya juga masih menunggu kiprah KPK di bidang pencegahan.

“Menurut saya bidang pencegahan merupakan bidang strategis dalam upaya menciptakan Indonesia bebas korupsi. Bidang tersebut masih belum tampak, meski dikatakan sudah berjalan,” ucapnya.

Baca Juga: Korupsi Merajalela di Rezim Jokowi, Refly Harun: Semoga Presiden Tindak Tegas Para Pelakunya

Pengajar hukum itu mengatakan, Presiden Jokowi harus menegaskan kepada para menteri lainnya untuk bekerja dengan lebih baik, bersih, jujur, dan  berintegrasi, sehingga tidak terulang kembali para menteri melakukan tindak pidana korupsi.

“Jokowi bisa  menegaskan kepada para menterinya bahwa jabatan apapun tidak akan pernah kebal dari tuntutan korupsi, baik dalam level menteri sekalipun dan kalau berani coba-coba, silahkan berhadapan dengan hukum,” katanya.

Terkait dengan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor yang menyebut hukuman mati bisa dijatuhkan bila korupsi dilakukan saat terjadi bencana alam nasional, Gede mengatakan pasal 2 ayat 2 bisa diterapkan dalam kondisi tertentu, misalnya dalam bencana alam dan krisis ekonomi.

Baca Juga: Dua Menteri Terjerat Korupsi, Presiden Harus Evaluasi Kinerja Kabinet Jika Mau Masyarakat Percaya

“Artinya bahwa koruptor bisa saja dijatuhi pidana mati asal memenuhi pasal 2 ayat 2 UU Tipikor itu, namun kalau menteri itu tidak dijerat dengan pasal itu, maka tidak bisa dijatuhkan hukuman mati,” katanya.***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah